MALANGTIMES - Kesabaran penggerobak menggeluti pekerjaan di tengah yang lekat dengan sampah nampaknya cukup membuahkan hasil. Meski dipandang sebelah mata, penggerobak dapat meraih penghasilan untuk kehidupan sehari-hari.
Menjadi penggerobak sebenarnya bukanlah keinginan yang diharapkan setiap orang. Namun keterbatasan perekonomian membuat beberapa orang nampaknya harus menjalani profesi tersebut untuk membuat 'asap dapur tetap mengebul'.
Baca Juga : 4 Tahun Berdiri, Paguyuban SPA dan TPS 3R Velodrome Harap Digandeng Pemkot Malang
Hal itulah yang juga dirasakan Ketua Paguyuban SPA dan TPS 3R Velodrome, Lestari yang menggeluti dunia persampahan sejak tahun 2006. Meski sudah hampir 16 tahun, namun ia tetap ikhlas demi mencari nafkah halal bagi keluarganya.
“Saya awalnya (bekerja) tukang batu, lalu ada yang nawari. Saya pikir selama itu halal ya saya terima saja,” kata Lestari.
Sejak tahun 2006 itu, Lestari dengan sabar melakoni profesi sebagai penggerobak. Padahal, saat itu ia hanya mendapat penghasilan sebesar Rp 300 ribu per bulan. Namun seiring berjalannya waktu berdirilah paguyuban di SPA Velodrome yang membuat pekerjaannya bertambah.
“Alhamdulillah sekarang penghasilan dari mengelola sampah di SPA Velodrome Rp 2 juta dan menggerobak sampah di ke RW an Rp 1 juta,” ucap Lestari.
Kini, Lestari terus telaten menjalani profesi sebagai penggerobak meski ia beberapa kali merasakan kesulitan. Yakni ketika mesin pengelola sampah mengalami kerusakan, sehingga penggerobak harus menjalankan mesin secara manual.
“Ya itu saja kesulitannya, ketika mesin rusak kami harus manual. Kami harap DLH bisa sedikit membantu,” ujar Lestari.
Baca Juga : Berdiri Sejak 2017, Penggerobak SPA Velodrome Kurangi Sampah 12 Ton Per Hari
Meski sedikit mengeluh, namun Lestari mengaku bahwa penghasilan dari pengelolaan sampah jika sudah dibayarkan kepada penggerobak, sisanya akan dimasukkan kas paguyuban yang nantinya digunakan untuk membenahi alat yang rusak.
“anggarannya jika mesin rusak ya dari uang kas itu. Tapi bukan itu saja, mempercantik SPA kami juga ambilkan dari anggaran kas itu,” terang Lestari.
Disisi lain, kesetiaan penggerobak juga tidak perlu diragukan. Lestari bersama rekan-rekannya se profesi sebagai penggerobak akan tetap menjalan tugas meski setiap hari harus bergelut dengan sampah.
“Sampai akhir hayat kami juga akan tetap bekerjasama dengan DLH Kota Malang,” pungkasnya.