MALANGTIMES - Penggerobak Stasiun Pemberhentian Sementara (SPA) Velodrome mungkin masih asing ditelinga sebagian orang. Meski begitu, mereka setiap harinya selalu aktif mengais dan mengelola sampah di beberapa titik di Kota Malang.
Dari tangan ulet mereka, tumpukan sampah bisa diolah dan sedikit berkurang sebelum akhirnya di bawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang.
Baca Juga : Gunungan Sampah dan Kemunculan 'Dewa Penolong' di Kota Malang
Paguyuban Penggerobak ini sendiri masih berada di bawah binaan DLH Kota Malang. Mereka berdiri sejak tahun 2017, dan terus berupaya membantu mengolah sampah sebelum dibuang ke TPA Supit Urang hingga saat ini.
Pengelola SPA Velodrome, Hari Wijayanto mengatakan bahwa sejauh ini pihaknya bisa mengelola sampah hingga 12 ton per hari. Namun sebenarnya pengelolaan bisa saja lebih, akan tetapi pihaknya mengaku keterbatasan tempat.
“Sampah masuk kesini per hari itu ada sekitar 22 ton, kami bisa mengelola sampahnya itu sekitar 12 ton per hari, jadi cukup berkurang sampah yang masuk ke TPA,” kata Hari kepada MalangTIMES.
“Sebenarnya bisa lebih (pengelolaannya) kalau diberi ruang yang cukup,” imbuhnya.
Dia bercerita, penggerobak sudah ada sejak 2017 lalu, dan awalnya hanya berjumlah 12 orang. Seiring berjalannya waktu, anggota penggerobak bertambah menjadi 52 orang.
“Dari 52 orang itu setiap hari mereka membuang sampah kesini,” ucap Hari.
Akan tetapi dari 52 orang itu, anggota yang setiap hari berperan aktif di SPA Velodrome hanya 6 orang. Sehingga Paguyuban SPA dan TPS 3R Velodrome Kota Malang yang dibentuk sedikit membantu perekonomian mereka para Penggerobak.
Pasalnya, paguyuban yang dibentuk tersebut juga berupaya mengolah sampah untuk dijual ke pengepul. Selanjutnya, hasil penjualan dikelola oleh manajemen paguyuban Penggerobak itu sendiri.
“Sejak dibentuk paguyuban itu setidaknya membantu perekonomian mereka. Karena per bulan, enam orang tadi mendapat gaji bersih itu Rp 2 juta, itu makan dan kopi sudah. Jadi pendapatan bersih segitu,” kata Hari.
Baca Juga : Dugaan Kekerasan Seksual yang Dilakukan Pemilik SPI, Kasek Kaget
Disitu, penggerobak fokus mengambil sampah limbah rumah tangga yang dihasilkan setiap hari. Dari situlah pengelolaan sampah dimulai oleh para penggerobak.
“Untuk sampah sayuran atau organik itu kami kelola menjadi kompos, dan untuk sampah plastik dan lainnya kami kelola untuk dijual kembali,” ungkap Hari.
Hari sendiri dalam hal ini adalah pihak dari DLH Kota Malang yang membantu membina masyarakat yang bekerja sebagai penggerobak. Oleh karena itu, pihaknya ingin bersinergi dengan banyak pihak lagi agar pengelolaan sampah dapat berjalan dengan lebih maksimal. Sehingga, jumlah sampah juga bisa lebih ditekan lagi.
“Maka dari itu kami mengajak bersinergi, karena kalau tidak bersama-sama, kita tidak akan mampu mengelola sampah,” tutur Hari.
Upaya pembinaan itu sendiri dilakukan untuk meningkatkan nilai jual sampah. Karena tak sedikit masyarakat dan pengusaha yang berhasil menyulap sampah sebagai suatu kerajinan ataupun produk yang bernilai jual. Dengan begitu, diharapkan akan lebih banyak lagi masyarakat yang tertarik untuk mengolah sampah secara mandiri.
Sebagai informasi, Paguyuban Penggerobak ini sendiri merupakan pengumpul sampah dengan gerobak yang mengolah sampah menjadi pupuk kompos. Paguyuban ini berada di bawah binaan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang.