BANYUWANGITIMES - Dalam era digital seperti saat ini semakin jarang dijumpai masyarakat yang kuat menjaga memelihara dan melestarikan warisan tradisi adat budaya leluhur. Salah satu warga masyarakat yang masih kuat menjaga tradisi atau nguri-uri budaya leluhur adalah masyarakat Osing yang tinggal Dusun Kampung Dukung Desa Glagah, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi yang mempunyai ritual unik pada saat terjadi gerhana bulan yang tahun ini terjadi pada Rabu (26/05/2021).
Menurut Sanusi Marhaedi yang akrab disapa Kang Usik, salah seorang Tokoh Adat masyarakat Osing desa Glagah, dalam budaya yang turun temurun di desanya apabila terjadi gerhana bulan masyarakat melakukan ritual mulai selamatan, kataman Alquran memukul kenntongan bambu dan menyalakan obor dari blarak (daun kelapa kering).
Baca Juga : Riuhnya Rasa Penasaran Warga Tulungagung Melihat Gerhana Bulan Total Super Blood Moon
Kakng Usik menyebutkan, menjelang terjadinya gerhana bulan setelah salat Magrib ritual dilanjutkan nggugah pitik ngerem atau membangunkan ayam yang mengeram, nggugah (membangunkan) pepohonan yang berbuah. Dalam perjalanannya menggunakan penerangan obor blarak dan memukul kentongan bambu.
Kemudian apabila ada wanita yang hamil maka dimandikan di sungai yang mengalir. ”Yang tidak boleh ketinggalan dalam ritual adalah memandikan kucing. Selamatan polo pendem, nasi golong bubur merah dan kukusan pisang rojo (pisang raja rebus) dan ditutup khataman Alquran di Mushola Attaqwa,” jelasnya.
Dalam kepercayaan masyarakat Osing Kampung Dukuh setiap terjadi gempa bumi, gerhana matahari maupun gerhana rembulan merupakan isyarat dari Tuhan atau tanda-tanda alam akan ada goro-goro. Apabila terjadi gerhana bulan maka yang akan terkena musibah adalah hewan dan pepohonan, makanya dibangunkan dengan dipukul dengan bantal.
“Untuk melepas musibah atau bala bencana maka warga menggelar selamatan sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar selamat manusianya, hewan piaraan, tanaman maupun alam lingkunganya,” imbuh Kang Usik.
Sementara Slamet Menur, Salah seorang Seniman Sepuh Banyuwangi menambahkan pada masa kecilnya dahulu sekitar tahun 1950, apabila terjadi gerhana bulan maka keyakinan masyarakat pada masa itu, wanita yang hamil harus masuk ke kolong tempat tidur sambil menggigit pecahan kereweng agar bayi yang dikandungnya selamat.
Baca Juga : Pesta Demokrasi Pemilihan Ketua RT ala Desa Kwadungan Lor, Ngawi
Keberadaan Komunitas Osing Pelestari Adat dan Tradisi (KOPAT) yang ada di desa Glagah merupakan upaya yang bagus dari masyarakat untuk menjaga memelihara dan melestarikan adat dan tradisi yang semakin hari semakin langka.
“Dalam era modern seperti saat ini semakin sulit menjumpai generasi muda yang tertarik pada adat dan tradisi. Adanya KOPAT yang jumlahnya tidak banyak merupakan upaya yang bagus dari budayawan untuk melestarikan adat tradisi dan budaya yang tumbuh dan berkembang di Banyuwangi,” pungkas Slamet.