MALANGTIMES - Ratusan orang mulai dari unsur mahasiswa, pekerja hingga masyarakat biasa yang tergabung dalam Aliansi Malang Bergerak menggelar mimbar bebas terkait tiga peringatan hari besar sekaligus. Agenda tersebut digelar di depan Gedung DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Kota Malang, Selasa (4/5/2021).
Tiga peringatan hari besar tersebut ialah Hari Buruh Internasional 1 Mei, Hari Pendidikan Nasional 2 Mei dan Hari Kebebasan Pers Sedunia 3 Mei.
Baca Juga : Sejarah Mudik Lebaran, Ternyata sudah Ada Sejak Era Kolonial
Koordinator Lapangan aksi Fajar Hidayansyah Ilham mengatakan, bahwa terkait peringatan Hari Buruh Internasional, terdapat permasalahan-permasalahan yang menjadi fokus utama massa aksi, utamanya terkait permasalahan ketenagakerjaan.
"Ada beberapa yang di highlight terkait permasalahan-permasalahan ketenagakerjaan. Dunia saat ini sudah berubah, mulai dari revolusi industri pertama hingga revolusi industri keempat," ungkapnya kepada awak media.
Fajar melanjutkan bahwa saat ini tenaga kerja seperti driver-driver ojek online dibalut atas dasar hubungan kemitraan, bukan dibalut dengan dasar hubungan perburuhan dengan dasar ketenagakerjaan.
"Bukanlah hubungan antar atasan dan bawahan. Tapi itu adalah hubungan kemitraan yang sebenarnya core bisnis dari sebuah perusahaan itu bergerak dalam jasa transportasi. Tapi aset kendaraan itu saja tidak ada. Dibebankan kepada driver," terangnya.
Menurutnya, saat ini di Indonesia banyak sekali problematika perburuhan dari para kelas pekerja. Hal itu diakibatkan adanya transformasi dari arah konvensional menuju ke arah digital. "Akibat dari perubahan wajah transformasi dunia ke arah digital. Jadi digitalisasi ini memang penuh dengan berbagai problematika dia bisa dilihat dari perspektif yang baik, dan juga bisa dilita dari perspektif negatif," ujarnya.
Dalam konteks peringatan Hari Buruh Internasional, Aliansi Malang Bergerak menyatakan 17 poin pernyataan sikap. Diantaranya, Cabut Omnibuslaw beserta seluruh peraturan turunannya, menuntut pemerintah untuk meratifilasi Konvensi ILO 190 terhadap kekerasan dan pelecehan di dunia kerja, stop kriminalisasi rakyat dan bebaskan seluruh aktivis anti Omnibuslaw.
Poin selanjutnya adalah berikan jaminan hak cuti haid dan hami bagi buruh perempuan, tolak upah murah, sahkan RUU-PKS, RUU PRT dan RUU Masyarakat Adat, hapuskan sistem kerja kontrak dan outsourching, berikan Hak THR bagi buruh secara menyeluruh, gantikan sistem kerja kemitraan menjadi sistem ketenagakerjaan pada sharing ekonomi.
Lalu wujudkan jaminan lapangan pekerjaan tetap yang layak dan aman, berikan transparansi anggaran Kartu Pra-Kerja, wujudka reforma agraria sejati sebagai syarat terbangunnya Industrialisasi Nasional, wujudkan perlindungan terhadap buruh yang di PHK serta tolak PHK secara sepihak.
Selanjutnya berikan sanksi pidana yang tegas bagi perusahaan yang merusak lingkungan, berikan jaminan kebebasan berpendapatdan berorganisasi kepada buruh, pastikan adanya mediator sengketa perburuhan di seluruh Kabupaten/Kota, tutup Freeport dan seluruh perusahaan nasional maupun multinasional dari tanah West Papua.

Sedangkan dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei, disampaikan Fajar terdapat dua isu besar yang disuarakan yakni terkait komersialisasi pendidikan dan penolakan keterlibatan militer dalam dunia kampus.
Baca Juga : Karyanya Diapresiasi, Ini 10 Nominasi Terbaik Kompetisi Tiktok Piala Wali Kota 2021
"Militer itu dibalut dengan regulasi yang bernama Undang-Undang PSDN (Pengelolaan Sumber Daya Nasional, red) yang turunannya adalah PP nomor 3 Tahun 2021. Yang mengatur tentang komponen cadangan. Menurut kami belum terlalu urgent. Komponen cadangan itu akan melibatkan mahasiswa," jelasnya.
Menurutnya, saat ini para mahasiswa dan kaum muda tidak membutuhkan kultur-kultur militer. Namun, yang dibutuhkan adalah demokratisasi kampus. "Kami butuh ruang-ruang bebas untuk berfikir, untuk berbicara, dan menyampaikan aspirasi kami. Kultur-kultur militer tentu tidak tepat diterapkan di dunia kampus. Karena ada berbagai macam perbedaan antara masyarakat sipil dengan militer," tegasnya.
Setidak lnya ada 12 poin pernyataan sikap terkait peringatan Hari Pendidikan Nasional yakni, hapuskan PJJ atau beri keringanan UKT, gratiskan biaya pendidikan, lkukan evaluasi dan pengawasan terhadap sistem PPDB Kota Malang, tolak Komponen Cadangan, berikan jaminan perlindungan terhadap kekerasan seksual di seluruh institusi pendidikan melalui Permendikbud, wujudkan sistem pendidikan yang inklusif terhadap kelompok disabilitas diseluruh institusi pendidikan.
Lalu lakukan evaluasi terhadap sistem standar plagiasi, hapuskan sistem PTN-BH, berikan penegasan dan pengawasan sistem magang sesuai Permenaker 36/2016, cabut SK DO mahasiswa yanv menjadi korban pembungkaman kebebasan berpendapat dan berorganisasi, berikan peraturan perundang-undangan yang jelas terhadap Kampus Merdeka, dan tarik mundur militer organik dan non-organik dari tanah West Papua termasuk pada institusi pendidikan.

Terakhir terkait peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia, disampaikan Fajar bahwa harus ada keterbukaan akses bagi jurnalis untuk memberitakan berbagai macam hal. "Kemudian dengan Hari Kebebasan Pers Sedunia tentu akses jurnalis terhadap daerah-daerah konflik masih tertutup dan belum terbuka untuk disuarakan ataupun diliput dari berbagai media baik itu lokal, nasional maupun internasional," tandasnya.
Setidaknya terdapat tiga poin pernyataan sikap terkait peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia yakni hentikan tindakan represif terhadap jurnalis, hapuskan pasal-pasal UU ITE yang mengkriminalisasi rakyat dan berikan jaminan kebebasan berpendapat di media sosial, dan buka akses jurnalis seluasnya baik lokal, nasional, dan internasional terhadap pemberangusan akses jurnalis dimana saja.