MADIUNTIMES- Tidak sedikit penyandang keterbatasan fisik bisa menjadi pebisnis sukses atau bahkan bisa memperkerjakan orang lain. Hal ini adalah mimpi sosok Sunarto (48) tahun, warga RT 008 RW 002 Tulungrejo Kecamatan Madiun Kabupaten Madiun.
Dalam keterbatasan fisik yang dialaminya sejak lahir, ledekan dari orang lain, diskriminasi dari teman- teman kecilnya saat itu membuat sosok Sunarto memiliki mental yang kokoh.
Baca Juga : Banjir Bandang NTT: 68 Orang Meninggal, 15 Luka-luka dan 70 Orang Hilang
Setelah lama menjadi pengangguran setamat SD Sunarto kecil pun mulai belajar bekerja membantu orang tua ala kadarnya demi bisa mengisi perutnya.
Rupanya keberuntungan masih berpihak padanya hingga suatu saat ia ke pasar, melihat seorang pedagang sulak di pasar. Saat itu terngiang dalam benaknya, bagaimana jika ikut membuat sulak dari tali rafia.
"Njlalah waktu ngliwati pasar, kulo sumerap bakul sulak. Kulo ugi mboten sumerap kok kagungan kepinginan ndamel sulak terus di sade (Tanpa sengaja waktu melintas pasar melihat seorang penjual sulak. Saya juga tidak tahu kenapa ada keinginan kuat untuk ikut membuat dan menjualnya)," tuturnya.
Sejak saat itu Sunarto mulai membuat sulak dan setiap Sabtu membawanya keliling desa dan pasar sekitar rumahnya.
Dari berjualan sulak itu satu demi satu teman Sunarto mulai bertambah banyak dan secara kebetulan ada satu diantara temannya yang memberikan informasi pelatihan kerajinan di Kota Surakarta Jawa Tengah.
"Ada salah satu teman saya yang menawarkan pelatihan kerajinan di pusat rehabilitasi sosial Bina Daksa, Prof.Dr Soeharso Surakarta. Karena gratis saya pun langsung tertarik. dan akhirnya diantar bapak ke tempat pelatihan kewirausahaan di Surakarta," kenangnya.
Setelah mengikuti pelatihan keterampilan di Kota Surakarta itu Sunarto pulang dan memulai usahanya yaitu membuat keset kain perca. dengan pertimbangan bahan baku yang mudah dan murah Sunarto memulai usaha membuat keset kain perca dan menjualnya ke orang-orang di pasar. Dalam seminggu ia bisa membuat 14 hingga 16 keset dengan harga Rp 7000 per bijinya.
Sayang sekali sudah dua tahun ini usaha yang digelutinya mulai surut, terlebih di masa pandemi ini. Sunarto harus rela mengayuh sepeda dengan tangannya yang mulai lemah itu hingga ke Pasar Caruban, Pasar Karangjati Ngawi dan sepanjang desa yang dia lalui.
"Sekarang ini makin sulit mas memasarkan keset kain perca begini. Mencari bahan juga mahal dan sulit, belum lagi memasarkan sendiri ke pasar pasar naik sepeda ontel tangan begini," keluhnya.
Sunarto berharap untuk bisa memiliki sepeda motor roda tiga guna membantu kelancaran memasarkan produk usahanya yang saat ini sedang tersendat.
Sunarto juga siap menambah produksinya jika ada toko yang mau menampung keset hasil karyanya.
Baca Juga : Libur Long Weekend, Okupansi Hotel di Kota Malang Meningkat
"Semoga ada dermawan yang diutus gusti Allah dan memberi bantuan sepeda motor roda tiga ya mas," pungkas Sunarto sambil tersenyum.