free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hiburan, Seni dan Budaya

Mengenal Kue Apem dan Tradisi Megengan di Tulungagung, Begini Filosofinya...

Penulis : Anang Basso - Editor : A Yahya

04 - Apr - 2021, 02:15

Placeholder
Berkat megengan / Foto : Istimewa / Tulungagung TIMES

TULUNGAGUNGTIMES - Tradisi masyarakat Jawa dalam menyambut bulan Ramadan atau puasa selalu diisi diisi dengan kegiatan megengan. Menurut mbah Imam (75) salah sesepuh di Tulungagung, kata megengan berasal dari kata megeng yang bahasa Indonesia-nya menahan. "Punya maksud menahan diri dari sekarang untuk menyabut datangnya bulan puasa," kata mbah Imam, Sabtu (03/04/2021). 
Poso atau puasa diistilahkan mbah Imam sebagai ngeposne roso yang maksudnya mengistirahatkan perasaan entah itu perasaan senang, marah, benci, atau apapun itu jenis perasaan lain. "Jangan sampai ketika menjalani puasa hanya menikmati menahan lapar dan dahaga. Lebih penting lagi menahan perasaan atau hawa nafsunya," ujarnya.

Di Tulungagung, setidaknya ada dua kegiatan yang biasa dilaksanakan pada tradisi megengan, berziarah ke makam leluhur disebut geren yang dikandung maksud untuk mendoakan, memohonkan ampun kepada Tuhan Yang Maha Esa atas dosa para leluhur. Kegiatan ini umumnya mulai dilakukan diatas tanggal tengahan (tanggal 15 Sya'ban-jelang Ramadan).

Baca Juga : Ketua GPT Minta Penghina Bupati Tulungagung Segera Minta Maaf

Tradisi yang kedua adalah selamatan dengan mengundang tetangga dan bersedekah berkat (makanan khas genduri). "Sekarang banyak yang berubah hanya diantar ke tetangga, menurut saya kurang afdol karena tidak diberikan doa secara jemaah," paparnya. 

Dalam Tradisi Megengan ini, dipastikan terdapat kue yang menjadi ciri khas atau simbol dari tradisi turun temurun yakni kue Apem.

Istilah Apem ini kata mbah Imam berasal dari kata Afwan (bahasa arab) yang tediri dari huruf ‘ain, fa, wau. Biasanya kalau berdiri sendiri di depannya ada huruf alif dan lam, yang dibaca al-afwa, yang artinya maaf.

"Makanya, orang dulu genduri sebagai ajang silaturahmi dengan membagikan Apem, ini maksudnya sebagai permintaan maaf sebelum memasuki bulan ramadan," ungkapnya.

Untuk lauk berkat, tidak semua orang punya cara yang sama, tergantung dari kemampuan memberikan sedekah ke warga lainnya.

Dikutip dari berbagai sumber, tradisi ini merupakan hasil akulturasi budaya lokal dan budaya Islam.

Sebelum kedatangan Islam di Jawa melalui Wali Songo, di zaman pemerintahan Majapahit juga bisa didapati tradisi serupa yang disebut dengan Ruwahan.

Baca Juga : Stok Darah Menipis, LPM Kelurahan Kauman Adakan Donor Darah

Bulan Ruwah adalah bulan jawa yang bersamaan dengan bulan Sya’ban pada penanggalan Hijriyah. Istilah Ruwah dimaknai sebagai Arwah yang berarti Roh, dalam hal ini adalah Roh para leluhur dan nenek moyang.

Ketika Islam mulai berkembang di tanah Jawa, salah satu jalan dakwah yang dipakai adalah pendekatan budaya lokal. Sunan Kalijogo yang menjadi salah satu dari kesembilan wali, adalah yang paling berperan dalam jalan Dakwah tersebut. Diyakini pula bahwa beliau yang pertama kali memperkenalkan Tradisi Megengan.

Diceritakan, Sunan Kalijaga berdakwah pada masyarakat Jawa di pedalaman (terutama Jawa Timur dan Jawa tengah bagian selatan) dengan menggunakan pendekatan Sosial Budaya.

Salah satunya adalah merubah atau memodifikasi Tradisi Ruwahan menjadi Tradisi Megengan.

Biasanya sesajen dalam Ruwahan biasanya dikhususkan untuk arwah dan tidak boleh dimakan, pada megengan sesajen tersebut diganti dengan sedekah makanan yang dibagikan dan dimakan bersama.


Topik

Hiburan, Seni dan Budaya



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Anang Basso

Editor

A Yahya