MALANGTIMES - Bakal calon Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN MALIKI) Malang Prof Dr Suhartono MKom, kembali memberikan penegasan, jika sosok pemimpin UIN MALIKI Malang nantinya harus mempunyai track record yang bersih dari berbagai hal, salah satunya pada sisi akademik.
Dijelaskannya, dalam budaya akademik UIN Maliki Malang, moral merupakan panglima tertinggi. Kepatuhan etika menjadi penghantar menuju norma kepantasan dan ketidak pantasan, layak dan tidak layak, baik dan buruk. Karena bangunan tradisi moral ahlaqul karimah dalam dunia akademik ini, kemudian moral dan etika menjadi legacy pembentukan integrasi peradaban melalui ilmu, pengetahuan, dan teknologi.
Baca Juga : Kembangkan Wisata Sawah, Pemdes Tanggung Kebut Pavingisasi
Selaras dengan akan berlangsungnya pemilihan Rektor, saat ini menjadi keprihatinan kolektif. Sebab, kontestasi Rektor itu berimplikasi pada hadirnya persoalan krusial yang begitu bertentangan dengan nilai moral maupun etika akademik, yakni mengenai isu plagiasi.
Hal tersebut, menurut Guru Besar bidang Ilmu Komputer itu, merupakan sebuah tindakan kejahatan akademik. Bahkan lebih spesifik lagi, plagiasi merupakan produk ketidakjujuran intelektual, yang itu bisa berimplikasi menjadi benih tindakan koruptif yang bertentangan dengan nilai dasar masyarakat ilmiah.
Berangkat dari keprihatinan isu plagiasi yang berkembang dalam proses penjaringan calon Rektor UIN Maliki Malang 2021-2025, maka menjadi keharusan pimpinan universitas, baik rektor, senat universitas, dan panitia penjaringan bakal calon rektor melakukan kerja kolaboratif yang terukur dan terstruktur untuk menuntaskan persoalan tersebut.
"Maka, untuk meminimalisir asumsi negatif yang berkembang, maka setelah kami melakukan diskusi dan pemetaan masalah dengan tim, saya selaku bakal calon rektor memberikan usulan untuk menuntaskan problem nir-etika dan nir-moral akademik plagiasi yang berkembang saat ini," terangnya melalui press releasenya.
Usulan tersebut termaktub dalam tujuh poin usulan, yakni sebagai berikut:
1. Rektor dan senat universitas segera berkoordinasi untuk membuat struktur Ad Hoc (Panitia Khusus, Pansus) yang berfungsi sebagai dewan etik dengan memiliki kewenangan tugas menuntaskan persoalan plagiasi dalam Pilrek UIN Maliki Malang 2021-2025.
2. Senat dan Panitia Penjaringan Bakal Calon Rektor menjadikan hasil investigasi, kajian, dan kesimpulan panitia Ad Hoc (Pansus) tersebut menjadi pedoman catatan dan penilaian kualitatif yang obyektif.
3. Panitia Penjaringan Bakal Calon Rektor membuat kesepahaman pakta integritas anti plagiasi yang ditandatangani semua bakal calon rektor, kemudian masing-masing bakal calon rektor memberikan klarifikasi khusus secara terbuka di hadapan media yang disertai dengan serangkaian tanya jawab oleh para wartawan maupun publik secara umum.
Baca Juga : Genjot Potensi Temuan Pisang Jenis Baru, Pemkab Malang Bakal Gandeng Perusahaan Ekspor
4. Khusus dalam persoalan plagiasi, pihak panitia penjaringan bakal calon rektor maupun dewan etik harus berfokus pada masalah pelanggaran etika atau moral, karena pihak terkait tidak memiliki legal standing melakukan proses pelaporan hukum pidana plagiasi. Hal ini sesuai dengan Pasal 120 Undang-Undang Nomer 28 Tahun 2014. Plagiasi merupakan ranah delik aduan, klachdelict.
5. Akan tetapi untuk memantik penegakan etika atau moral pelanggar plagiasi, secara prinsipil persoalan sanksi plagiasi dalam perguruan tinggi sudah ada dalam Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, atau dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, mulai sanksi pidana penjara, denda hingga pencabutan gelar akademik.
6. Meski demikian, bila penyelesaian etika atau moral plagiasi mengalami jalan buntu karena hambatan administrasi struktural yakni birokrasi, maka pihak dewan etik, panitia penjaringan dan pihak lain yang berkepentingan dapat melapor pada Ombudsman Republik Indonesia (ORI).
7. Selain persoalan plagiasi di atas, panitia penjaringan juga harus melibatkan partisipasi publik dalam memberikan catatan dan masukan mengenai masing-masing calon rektor, baik tertulis maupun elektronik, kemudian masukan itu diverifikasi dan menjadi bahan tambahan penilaian kualitatif.
Terakhir, disampaikan Suhartono, jika mengukuhkan kembali prinsip etika atau moral akademik dalam arus utama membangun tradisi dan budaya universitas berbasis ke-islaman adalah menjadi hal yang urgent.
Karena atas dasar kesadaran spiritual, konstelasi peradaban masa depan akan hadir dari suasana universitas yang islami, universitas yang membangun insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, serta yang memiliki tanggung jawab mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.