INDONESIATIMES- Mantan Panglima TNI (Purn) Gatot Nurmantyo rupanya turut menyoroti polemik yang terjadi dalam Partai Demokrat (PD).
Gatot lebih menyoroti dan memberikan kritikan kepada Kepala KSP Moeldoko yang terlibat dalam manuver kongres luar biasa (KLB) PD Deli Serdang.
Baca Juga : Pandemi Covid-19, 72 Persen Masyarakat Indonesia Inginkan Tambahan Asuransi Ganda
Uniknya, Gatot menyampaikan kritikan tersebut melalui sebuah lagu. Ia mengunggah video nyanyian di akun Instagramnya pada Selasa (16/3/2021) @nurmantyo_gatot.
Awalnya, Gatot berbicara soal moralitas TNI. "Dalam kesempatan ini saya ingin mengajak masyarakat luas, para prajurit TNI dan purnawirawan TNI serta keluarganya semuanya untuk menilai ini dengan jernih. Mengapa? Bahwa bagi prajurit, masalah moral bukan sekadar ajaran tentang baik dan buruk," kata Gatot.
"Lebih dari itu adalah kondisi moral prajurit terkait erat dengan kondisi mental yang membuat prajurit tetap berani, tetap bersemangat, karena motivasi sungguh-sungguh pantang menyerah, tabah, sabar dalam melaksanakan tugas pokoknya, apa pun rintangan yang dihadapi itulah yang dikatakan moral," lanjutnya.
Kemudian, Gatot menyatakan untuk membentuk, menjaga, dan memelihara moral TNI ada upaya-upaya dari hal kepemimpinan, yel-yel, hadiah hukuman, doa hingga lagu-lagu.
Akhirnya Gatot menyanyikan sebuah lagu dengan lirik yang menurutnya benar-benar melekat dalam jiwa seluruh anggota TNI.
Lirik lagu tersebut yakni "Biar badan hancur lebur kita kan bertempur membela keadilan suci kebenaran murni. Di bawah Dwi Warna panji, kita kan berbakti mengorbankan jiwa dan raga membela Ibu Pertiwi. Demi Allah Maha Esa kami nan bersumpah setia membela nusa dan bangsa tanah tumpah darah".
Gatot menyebut dirinya mendapatkan lagu itu 40 tahun lalu saat di akademi militer.
Lantas apa hubungannya dengan polemik di dalam PD?
Meski tak menyebut secara gamblang, Gatot menilai jika ada mantan prajurit TNI yang kini tengah menjadi sorotan. Ia menyebut tindakan mantan TNI itu tidak bermoral.
"Ada mantan prajurit yang kebetulan mantan panglima TNI yang mendapat sorotan publik yang luas, baik dari dalam maupun luar negeri karena tindakannya yang dianggap melanggar moral dan etika," sebut Gatot.
"Saya ingatkan bahwa dengan niat untuk tetap menjaga moral dan kehormatan prajurit TNI, saya sungguh ingin membuat garis batas yang tegas dalam hal ini. Saya ditanya waktu itu kan saya tidak jawab. Sebenarnya bukan karena apa-apa, sebenarnya hanya karena hampir saya tidak percaya bahwa akan kejadian dan beliau mau," tambahnya.
Baca Juga : Bocoran Calon Crossover Fiat Mulai Terkuak, Siap Tantang VW Nivus
Gatot lantas menyebut ia sempat tak berpikir Moeldoko mau menerima pinangan kubu KLB Demokrat.
Menurutnya, dia juga dibentuk Moeldoko selama di militer. Bahkan Gatot mengaku menjadi anak buah Moeldoko di TNI, baik saat Moeldoko menjadi KSAD maupun panglima TNI.
"Dengan seluruh atribut yang melekat kepada beliau hingga benar-benar saat mantan panglima tersebut ikut, dalam tanda kutip, KLB dan menerima didaulat sebagai ketua umum. Sangat susah bagi saya untuk menduga bahwa yang bersangkutan akan melakukan tindakan sebagaimana telah kita saksikan bersama pada tanggal 5 Maret 2021 di Sibolangit," jelas Gatot.
Lebih lanjut, Gatot mengatakan apa yang diungkapkan itu bukan untuk mencampuri urusan KLB. Namun, ia menekankan apa yang dilakukan Moeldoko tidak mencerminkan kualitas etika.
Pembelaan dari kubu Moeldoko
Terkait kritikan yang dilontarkan Gatot, kubu KLB lantas memberi pembelaan terhadap Moeldoko.
Melalui penggagas KLB Darmizal, ia mengaku kasihan kepada orang-orang yang tak paham substansi.
"Kemudian orang-orang yang ingin mencari panggung di tengah kerumitan yang ada. Kami sih easy going aja, enjoy aja," kata Darmizal.
Di sisi lain, kata Darmizal, masyarakat bisa menilai sendiri siapa yang berbicara dan apa yang dibicarakan. Semua ada dalam catatan digital dan sudah jelas siapa yang berkelompok.
Lebih lanjut Darmizal berpesan kepada pihak-pihak yang belum mengerti terkait permasalahan di dalam PD untuk tidak sembarangan memberi pendapat. Ia meminta agar pihak luar lebih dulu mempelajari apa yang dipermasalahkan.