Wisata Luk Songo Desa Demuk, Kecamatan Pucanglaban, Kabupaten Tulungagung, terus menggeliat. Keberadaannya mulai banyak dilirik oleh masyarakat. Tapi, sayangnya kondisi positif itu ternyata dalam pengelolaannya masih belum kompak dan menjadi polemik.
Polemik terkait pengelolaan wisata Luk Songo, tak hanya antara dua belah pihak yang kini menempati puncak eks transmisi TVRI. Tapi ada pihak lainnya dalam persoalan itu, yang membuat masalahnya menjadi kompleks.
Baca Juga : Kunjungi Kabupaten Blitar, Pemkab Banyuasin Jajaki Kerjasama di Bidang Telur Ayam
Selain pihak Desa Demuk, kelompok lain yakni LMDH pun ikut dalam pengelolaan wisata Luk Songo. Di mana, LMDH itu pun pecah menjadi tiga bagian. Di pihak lain, ada investor yang dibawa Perhutani selaku pemilik lahan.
"Awalnya kami bersama-sama mengurus PKS (Perjanjian Kerjasama) dengan Perhutani untuk mengelola tempat ini. Kita ajukan PKS menyeluruh dari barat sampai dengan gunung Cemenung, tidak hanya di bagian barat saja," kata Sutaji, tokoh LMDH yang mengelola wisata paling barat diantara tiga lokasi di wilayah itu.
Lanjut pria yang akrab di sapa kang Taji ini, pada perjalanan waktu karena lokasi puncak berada di tiga desa, yakni Demuk Kecamatan Pucanglaban, Tenggong dan Sukorejo Wetan Kecamatan Rejotangan, perbedaan konsep dan pengelolaan belum satu suara.
Bahkan, ada oknum perangkat serta investor yang tidak sepakat dengan keinginan masyarakat sekitar.
"Yang paling barat ini murni diberdayakan masyarakat Demuk. Jika kita bisa kenapa harus mencari investor atau pihak lain. Harusnya kan diserahkan ke masyarakat sini," lanjutnya.
Semangat yang dibangun masyarakat ini terbukti. Puluhan warga Desa Demuk bisa membuka usaha di lokasi ini. Hasilnya, setiap malam semua lapak dibanjiri pengunjung sehingga roda ekonomi masyarakat pelan-pelan bangkit di puncak Luk Songo ini.
"Komitmennya pemberdayaan masyarakat sekitar hutan, khususnya anggota LMDH tiga desa. Termasuk pemberdayaan UMKM, potensi lokal, konsep hutan wisata dengan menjunjung tinggi kearifan lokal dan hutan lestari," jelasnya.
Persyaratan untuk mendapatkan PKS dari Perhutani telah berproses. Menurut Taji, secara formal pihaknya telah beritikad baik agar wilayah ini secara legal bisa dikelola masyarakat dan hasilnya untuk warga yang terlibat di dalamnya.
Untuk masuk ke lokasi ini, Taji mengungkapkan, partisipasi pengunjung semata-mata untuk operasional relawan keamanan agar membantu menertibkan dan mengamankan kendaraan yang masuk.
"Tidak ada tiket, yang ada partisipasi pengunjung seikhlasnya. Itupun secara terbuka dikelola bersama untuk meningkatkan fasilitas di wisata ini," jelasnya.
Sementara itu, saat di konfirmasi terkait masalah ini, KRPH Ngubalan Sahirudin mengaku telah melakukan sosialisasi, baik melalui pemerintahan desa, Kecamatan hingga masyarakat sekitar.
Baca Juga : Pelatihan Fungsi Teknis Reskrim Polres Pamekasan Terapkan Protokol Kesehatan yang Ketat
"Wisata di lahan Perhutani harus melalui perjanjian kerja sama (PKS). Jauh hari kita sudah minta agar masyarakat terlibat di dalamnya," kata Sahir.
Karena ada investor yang sejak jauh hari masuk dan telah bergerak membersihkan lokasi, maka diharapkan desain dan pengelolaannya akan dilakukan profesional. Pasalnya, banyak wisata yang dikelola secara asal-asalan lambat laun mati karena kumuh dan tidak menarik lagi.
"Sebaiknya yang ingin terlibat di dalamnya itu harus koordinasi dengan desa, dengan Perhutani dan jangan justru ingin berdiri sendiri," ungkapnya.
Cara-cara yang dilakukan semua LMDH seharusnya seiring sejalan dengan pihak desa dan Perhutani. Jika tidak, selain akan melenceng dari perencanaan pengelolaan awal, nantinya wisata yang mengandalkan pemandangan malam hari ini akan tidak maksimal jika jalan sendiri-sendiri.
"Sudah saya sampaikan agar semua berjalan secara prosedur. Jika memang belum memiliki PKS, harusnya bergabung dan mencari satu kebijakan yang bisa bersama-sama dilakukan pengelolaan dengan baik," terangnya.
Sahir masih menunggu itikad baik untuk mencari solusi, agar ke depan wisata ini bisa berkembang dan berjalan baik.
Selaku pemilik lahan, Perhutani terus melakukan koordinasi, baik dengan pihak desa maupun pihak Kecamatan dan masyarakat sekitar agar pengelolaan hutan menjadi wahana wisata ini bisa dimaksimalkan manfaatnya.