Desember bulan depan, masyarakat Banyuwangi akan melakukan pemilihan bupati dan wakil bupati Banyuwangi periode 2020-2025. Namun, pesta demokrasi sering ternoda oleh dugaan praktik curang pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Salah satunya praktik money politics (politik uang).
Sehingga para pihak berharap kepada kedua paslon nomor 1 Mas Yusuf-Gus Riza dan paslon nomor 2 Ipuk-H. Sugirah tidak melakukan praktik curang culas dan licik untuk meraih kemenangan dan mendapatkan kekuasaan.
Baca Juga : Warga Binaan Lapas Banyuwangi Panen Melon 50 Ton dan 15 Ton Semangka
Dalam berbagai literatur, politik uang adalah bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik agar orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya agar dia melaksanakan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. ‘Pembelian’ bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Pada dasarnya, politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye yang dapat mencederai demokrasi di Indonesia.
Menurut Bondan Madani, koordinator Gerakan Rakyat Banyuwangi Bersatu (GARABB), praktik curang politik uang tidak terjadi di kabupaten Banyuwangi. Dia berharap agar generasi milenial mampu menjadi ujung tombak untuk mencegah dan menanggulangi adanya praktik politik uang yang pada dasarnya membodohi masyarakat itu sendiri.
“Adapun caranya bagaimana mahasiswa pemuda dan generasi milenial umumnya harus mampu menjadi kelompok independen untuk melakukan pemantauan. Karena kalangan mahasiswa pemuda dan kaum milenial tersebar di seluruh wilayah yang ada di Banyuwangi. Sehingga harus menjadi poros oposisi sebagai check and balance agar slogan pemilih berdaulat negara kuat bisa terwujud," ucap Bondan, Rabu (04/11).
Selanjutnya Bondan menuturkan, selain keterlibatan generasi milenial dalam mengawal kelancaran dan kesuksesan gelaran pilkada di Kota Gandrung, pihaknya juga meminta kepada kedua paslon, partai politik pengusung, dan tim pemenangan masing-masing pasangan calon untuk tidak melakukan tindakan menggelontorkan bantuan uang barang dan bentuk apa pun demi memenangkan kontestasi politik. Sebab, dengan adanya praktik curang yang dilakukan, pada akhirnya nanti siapa pun yang menang, rakyat Banyuwangi yang harus menanggung kerugin.
"Beberapa waktu lalu di medsos sempat ramai dan viral pembagian beras dan sejumlah uang dalam acara kampanye yang diadakan oleh paslon nomor urut 2. Kami berharap praktik seperti itu tidak terulang dan berharap paslon nomor urut 1 juga mengikuti atau menggunakan cara yang sama untuk meraih simpati dan dukungan masyarakat," imbuh pemuda asal Kecamatan Giri itu.
Lebih lanjut aktivis mantan pengurus HMI Banyuwangi tersebut juga mengingatkan kepada pihak penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum(KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banyuwangi, untuk benar-benar menerapkan aturan dan menjaga netralitas dalam menjalankan tupoksinya pada pesta demokrasi rakyat Banyuwangi.
Demikian pula bagi para aparatur sipil negara (ASN) di Banyuwangi, diharapkan tidak sampai terbawa arus untuk memberikan dukungan dan memenangkan salah satu paslon serta terlibat dalam politik praktis karena adanya intervensi dari pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab.
Baca Juga : Pengurus LP Ma’arif Banyuwangi Wadul ke Dewan soal Kurangnya Perhatian Pemeritah Daerah
“Artinya dalam pilkada itu, kedua paslon, partai pengusung / pendukung dan tim pemenangan harus bebas dari praktik money politica. Yang kedua, masyarakat harus bisa dewasa dan tidak bersikap pragmatis serta jangan mudah terbuai oleh iming-iming uang untuk memilih salah satu paslon. Karena apabila praktik curang tersebut dilakukan dan dia terpilih dan menang dalam pemilihan, maka musibah bagi rakyat Banyuwangi yang memiliki pemimpin yang tidak mempunyai integritas," tegasnya.
Selanjutnya Bondan mengutip Pasal 71 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2017 dan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang.
Kemudian pada Pasal 71 ayat (1), PKPU menyebutkan “partai politik atau gabungan partai politik, pasangan calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi pemilih."