Pengiriman kelapa dari luar Tulungagung dan luar pulau terus mengalir dan mengisi pasar di Tulungagung. Hal ini terjadi lantaran jumlah pohon penghasil buah kelapa semakin punah dimakan kwawung. Akibatnya, hasil kelapa di sejumlah wilayah di Tulungagung tidak mencukupi kebutuhan masyarakat Kota Marmer.
"Saya tidak mendatangkan kelapa dari Bali, NTB, atau Sulawesi, namun mendatangkan dari Madura," kata Sukardi, guru honorer yang kini juga menekuni dagang kelapa, Sabtu (24/10/2020).
Baca Juga : Pembudidaya Kompak Gelorakan "Not for Sale", Harga Gurami di Tulungagung Naik
Setiap minggu, dia menerima kiriman dua kali dengan tiap kiriman satu truk penuh.
Sukardi mengatakan, buah kelapa dari Madura mempunyai lapisan yang tebal dan ukuran buah sedang dengan santan lebih banyak. "Jika dari daerah lain, kelapanya besar tapi lapisan (daging) kelapanya tipis. Biasanya santan yang dihasilkan kurang banyak," ujarnya.
Harga kelapa sendiri tergolong fluktuatif, naik dan turun tiap saat.
Sebenarnya, Tulungagung dari masa ke masa menjadi supplier kelapa ke berbagai daerah. Namun, beberapa tahun ini, semenjak hama kwawung menyerbu dan mematikan kelapa, justru kelapa dari Tulungagung tak mencukupi kebutuhan masyarakat.
"Kalau disuruh memilih, masyarakat kita senang dengan kelapa lokal. Pasalnya, kelapa lokal itu baru dipetik kemudian dijual dan langsung bisa dimasak. Jika kiriman, kan pasti kelapa yang dipetik beberapa hari sebelumnya," ucap Sukardi.
Baca Juga : UMKM Kabupaten Blitar Makin Luar Biasa, Kendang Djimbe Ekspor ke Cina secara Mandiri
Warga asal RT 001 RW 002 Dusun Tekik, Desa Rejosari, Kecamatan Kalidawir, itu mengaku kekurangan barang. Sebab, begitu turun dari kendaraan, puluhan pengecer datang mengambil dan mendistribusikannya ke sejumlah pasar di Tulungagung.