Kendati mendapat kecaman dari warga Malang dan juga Aremania, demo penolakkan UU Omnibus Law lanjutan tetap berlangsung di depan Balai Kota Malang, Jumat (23/10/2020), sore sekitar pukul 16.00. Aksi lanjutan ini dilancarkan oleh demonstran Kelompok Cipayung yang terdiri dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Malang dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Malang Raya.
Sebelumnya, Ahmad Ghozali, warga Malang dan juga Aremania, sempat berkomunikasi dengan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Malang, Sena Kogam. Di situ pihaknya menyampaikan keresahan warga Malang akan aksi demo yang belakangan marak terjadi sangat menganggu dan berimbas pada perekonomian rakyat kecil.
Baca Juga : Menyentuh, Polisi dan Massa Aksi Demo Membaur Salat Jumat Bersama di Jalan Raya
"Banyak yang ngomong sama saya, kayak teman-teman sopir angkot, katanya nyambut gawe enek ae ganguanne arek demo, imbas e jalan ditutup, penghasilan cuma Rp 15 ribu, bayangkan apa cukup buat rumah tangga. Teman-teman bilang tolong disampaikan ke teman-teman mahasiswa," bebernya saat dihubungi.
Terlebih lagi, masyarakat begitu geram dengan aksi-aksi sebelumnya, di mana demo pada 8 Oktober 2020 begitu anarkis. Dari situ, masyarakat kemudian merasa sangat was-was hal itu terulang kembali. Makanya, dari pengalaman tersebut, dan juga imbas secara ekonomi yang mereka rasakan, pihaknya meminta untuk para mahasiswa memahami dan meniadakan aksi demontrasi yang memang merugikan mereka yang bekerja di jalanan.
"Ayolah Jogo Malang, sampaikan yang cantik jangan sampai merusak fasilitas. kulturnya warga Malang santun, sehingga nggak ingin ada hal-hal yang anarkis. Bahkan sampai-sampai ada omongan, kalau kamu anarkis, berarti sama saja menjual, kalau gitu ya tak beli, sampai ada omongan seperti itu," bebernya.
"Ibarat singa diem, tapi memantau pergerakan di daerahnya. Kalau dimasuki oleh orang yang tak bagus, otomatis menerkam," tambahnya.
Pihaknya juga menyayangkan aksi unjuk rasa yang dilakukan sebab, tak sesuai dengan aturan yang ada. Pemberitahuan ke pihak keamanan dari informasi yang ia terima, diberikan secara mendadak pada tengah malam, sehingga dari situ tentunya tidak sesuai dengan aturan yang ada, di mana sesuai aturan harusnya pemberitahuan disampaikan 3 hari sebelum aksi.
"Saya telepon tadi malam, katanya saya terima saya komunikasikan. Pagi tadi saya minta jawaban, belum ada jawaban terkait aksi. Berarti ini ada itikad nggak baik. Mereka di Polresta bilang nggak ada kegiatan demo, tapi malam hari mendadak memberi kabar jam 11 malam pemberitahuan," terangnya.
Sementara itu, Ketua PMII Kota Malang, Sena Kogam mengatakan, jika aksi rusuh dan anarkis, tentunya bukanlah dilakukan oleh teman-teman mahasiswa, khususnya yang ikut aksi saat ini.
"Kami kira, itu bukanlah suatu tindakan dari teman-teman mahasiswa. Teman-teman mahasiswa adalah suatu kelompok punya intelektual. Teman-teman berkomitmen punya rasa cinta terhadap negeri maupun nilai idealisme. Tapi pada hari ini teman-teman aksi sebagai bentuk sikap, simbol kemarahan terhadap keberpihakan Jokowi yang secara nasional massa aksi gaduh di mana-mana," jelasnya.
Baca Juga : KJI Kecam Aksi Pendemo Omnibus Law yang Ancam Jurnalis Jember
Namun kembali lagi ditanya perihal keresahan dari Warga Malang yang juga di dalamnya Aremania akan aksi-aksi anarkis, pihaknya mengatakan jika apa yang disampaikan tersebut menurutnya bukanlah suatu kekhawatiran. Namun hal tersebut merupakan suatu bentuk kecintaan terhadap Malang.
"Kalau kekhawatiran saya kira tidak, karena ini adalah bentuk komitmen kecintaan kita terhadap Malang," ungkapnya seraya pergi meninggalkan awak media yang mewawancarainya.
Di sisi lain, aksi demo yang berakhir sekitar pukul 17.00 wib tersebut, kemudian ditemui oleh Wakil Walikota Malang, Sofyan Edy Jarwoko. Sofyan menemui mahasiswa dan menerima apa yang mereka tuntut.
"Alhamdulillah dilakukan dengan cara yang bagus, saya sampaikan segera kembali ke tempat masing-masing. Sudah saya terima aspirasi mereka selanjutnya saya akan laporkan kepada Wali Kota dengan harapan bisa ditindaklanjuti ke pemerintah pusat," jelasnya.
Sementara itu, Kapolresta Malang Kota, Kombespol Leonardus Simarmata, menambahkan, jika dalam pengamanan aksi unjuk rasa tersebut, pihaknya menerjunkan sekitar 800-an personel. Pihaknya juga menyesalkan aksi yang dilakukan tidak memenuhi aturan dalam penyampaian pendapat.
"Ini baru disampaikan tadi malam, jam 23.00 wib, padahal kan pindah tanggal. Padahal di undang-undang tiga hari sebelumnya. Kalau kita mau belajar berdemokrasi yang benar, belajarlah berdemokrasi dari hal yang benar. Jangan membiasakan sesuatu yang salah. Lalu apa yang dia perjuangan mereka juga saya tanyakan," pungkasnya.