Televisi (TV) adalah sumber informasi yang paling populer di dunia, termasuk juga di Indonesia. Tidak hanya untuk mendapatkan informasi, TV juga menyuguhkan hiburan, edukasi, dan lain sebagainya. Tradisi menonton TV ini tidak hanya terjadi pada masa sekarang. Sejak zaman dahulu ketika TV telah ditemukan dan dipasarkan, TV telah menjadi sumber informasi yang sangat digemari
Lahirnya produk teknologi hiburan bernama TV tak lepas dari perkembangan peradaban manusia. Bagi kaum millenial seperti sekarang ini mungkin hal yang lumrah untuk nonton TV di rumah bahkan di kamar tidur masing-masing. Namun berbeda bila berkaca pada tahun 70an.
Baca Juga : 'Tarik Sis Semongko' Viral, Mulai Rentetan Pesan Online hingga Percakapan Langsung
Tak banyak di tahun-tahun tersebut masyarakat memiliki barang seperti televisi. Mengingat produk teknologi satu ini menjadi barang yang dinilai eksklusif bahkan terbilang barang mewah.
Era lahirnya TV tabung dari yang hitam putih sampai berwarna menjadi barang langka yang dipunyai setiap rumah. Zaman Orde Baru, yang namanya nobar alias nonton bareng khususnya bagi mereka adalah kebiasaan dan memiliki kenangan tersendiri.
Karena pada era 70 an, untuk menonton TV memerlukan perjuangan tersendiri. Apalagi saat itu menjadi tempat yang belum dimasuki aliran listrik PLN. Maka sumber listrik untuk menyalakan TV pun menggunakan aki (accu) yang harus di-Charge rutin. Tandanya, bila sumber pasokan listrik dari aki habis, maka gambar TV akan goyang dan bleeppp seketika gambar menghilang.
Bisa dibayangkan untuk pemilik TV selain harus modal beli TV juga harus mempunyai aki plus pemeliharaannya. Maka tak heran, bila dahulu yang memiliki TV adalah orang-orang yang berada.
Seperti yang terjadi di Lingkungan Bence, Kelurahan Pakunden, Kecamatan Pesantren saat itu. Di mana hanya ada satu pemilik TV di Lingkungan tersebut. Pemiliknya ialah H Noer Hasan, seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Kediri.
Orangnya yang terbuka terhadap sesama membuat warga lingkungan sekitar selalu mendatangi rumahnya yang berniat sekadar hanya untuk nonton bareng.
Saat itu di kediamannya tak pernah sepi. Lantaran banyak warga sekitar yang berkeinginan untuk menonton TV cukup tinggi. Mulai dari kalangan anak-anak hingga orang dewasa.
Baca Juga : Buruan Langganan "Disney + Hotstar", Berikut Deretan Film yang Bisa Kamu Nikmati
Di waktu pagi hingga siang khususnya di hari libur biasanya selalu dipadati oleh anak-anak untuk menonton film kartun. Sedangkan mulai sore hari hingga malam giliran orang dewasa yang waktunya menonton, dan saat itu acara TV yang paling ditunggu-tunggu ialah siaran tinju.
"Iya, waktu itu merupakan kenangan tersendiri bagi saya pribadi. Teruntuk merasakan kedekatan antar warga yang berbaur menjadi satu," kata H. Noer Hasan.
Menurutnya, di momen-momen nonton bareng seperti itu membuat kebersamaan antar warga saat itu cukup kuat dan harmonis. "Saya rindu masa-masa itu. Apalagi saat menonton siaran pertandingan tinju Muhamad Ali yang menjadi idola. Cukup dengan layar TV hitam putih 14 inch rasanya bukan main," pungkasnya.
Waktu boleh terus melaju. Teknologi boleh tak berhenti berkembang, status boleh naik dari siswa ke mahasiswa. Majalah boleh berganti dari Bobo ke majalah Kelinci yang lain, tontonan boleh berganti tapi, tetap saja kenangan tak boleh fana dan harus terus dirawat.