Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Banyuwangi meminta aparat penegak hukum (APH) mengambil tindakan tegas terhadap dugaan praktik kecurangan yang dilakukan distributor dan kios dalam distribusi pupuk bersubsidi. Pasalnya, praktik itu mengakibatkan para petani mengalami kesulitan mendapatkan pupuk di saat membutuhkan untuk tanaman mereka.
Menurt Suyatno, sekretaris Koimisi II DPRD Banyuwangi, permasalahan klasik ini terkadang terjadi karena pihak distributor dan kios melayani pembelian petani yang tidak memiliki kartu tanda anggota (KTA) dan masyarakat yang berasal dari luar wilayah operasionalnya. Mereka berdalih para petani yang memiliki KTA belum membutuhkan sehingga dialihkan kepada petani lain. Dengan kata lain, mereka yang memiliki modal kuat bisa membeli pupuk berapa pun mereka mau.
Baca Juga : Fraksi PKS Apresiasi Cara Warga RW 01 Tunjungsekar di Peringatan Hari Cuci Tangan Sedunia
”Sudah saatnya aparat yang berwenang memberikan sanksi tegas terhadap para pelaku pelanggaran. Kios harus jujur, tidak menjual pupuk kepada kelompok yang tidak sesuai dengan kuotanya,” tandas Suyatno.
Sebenarnya yang bisa menjaga aturan main dan kesepakatan dalam distribusi pupuk bersubsidi bagi petani adalah distributor dan kios. Disinyalir praktik penjualan pupuk yang melebihi kuota sudah berlangsung lama. Bahkan pihak penjual tidak mengetahui alamat pembelinya. Yang penting pupuknya habis dan segera bisa menlakukan order lagi.
Praktik yang tidak sesuai aturan ini harus dihentikan agar permasalahan petani yang kesulitan pupuk saat membutuhkan tidak terulang lagi.
Selanjutnya terkait dengan pelaksanaan program pembuatan kartu tani sebagai syarat untuk membeli pupuk, menurut Suyatno, target pemerintah dalam melaksanakan program tersebut harus jelas, harus ada batasan waktu untuk menuntaskan dan indikator keberhasilannya harus terukur.
Baca Juga : Tim SAR Temukan Dua Remaja yang Tenggelam di Banyuwangi
Suyatno juga menyarankan, agar pelaksanaan program di lapangan sesuai dengan target yang diharapkan, petugas harus proaktif atau jemput bola dengan mendatangi kelompok-kelompok tani. Bukan hanya menunggu para petani menyetorkan KTP mereka.
“Misalnya program pembuatan KTA harus tuntas pada tahun 2020, maka harus dilanjutkan secara tuntas pada tahun berikutnya. Dan aparat yang berwenang diharapkan melakukan pengawasan yang ketat untuk mencegah terjadinya kecurangan,” ucap dia.