Pemerintah Kota (Pemkot) Malang tengah bersiap membuat regulasi atau aturan baru. Hal itu menyusul disahkannya Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja) oleh DPR RI pada 5 Oktober 2020 lalu.
Beberapa poin dari undang-undang tersebut membuat regulasi yang telah ditetapkan di daerah perlu untuk dibedah ataupun dirombak lagi. Artinya, akan ada peraturan daerah (perda) dan peraturan walikota (perwal) turunan dari UU Cipta Kerja tersebut.
Baca Juga : Dewan Desak Pemkot Malang Segera Tuntaskan Cucian Mobil Exit Tol Mapan
Wali Kota Malang Sutiaji menyampaikan, pihaknya masih belum bisa memastikan berapa jumlah regulasi baru yang akan dikeluarkan nanti. "Belum tahu jumlahnya, tapi banyak. Kami lihat turunan dari undang-undang (di UU Cipta Kerja) yang kemarin digabung itu kan kelihatan," ujarnya saat ditemui, Kamis (15/10/2020).
Salah satu yang disoroti yakni perihal perizinan usaha yang dipermudah dalam UU Cipta Kerja. Sutiaji menjelaskan, kemudahan tersebut didasari adanya penggabungan regulasi dalam UU Agraria dan Tata Ruang (ATR) serta UU Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dijadikan satu.
"Undang-Undang ATR dan RTRW itu kan digabung. Jadi nanti, ketika ada usaha di sana (UU Cipta Kerja) memang ada zona usaha, perizinannya langsung OSS (online single submission). Di situ misal untuk mendirikan hiburan malam atau karaoke, ternyata sebelahnya masjid, di sana (UU Cipta Kerja) diizinkan," jelasnya.
Kemudian, persoalan pendirian retail modern di suatu daerah. Selama ini, dalam Perda Nomor 8 Tahun 2010 Kota Malang tentang Penyelenggaraan Usaha Perindustrian dan Perdagangan, ada aturan jarak minimal yang diatur. Yaitu, retail modern paling tidak harus berjarak minimal 500 meter dari pasar rakyat untuk terus mengembangkan potensi pasar. Namun, dengan UU Cipta Kerja, regulasi itu akan diubah.
"Di sini punya regulasi namanya peraturan daerah bahwa retail modern tidak boleh berdekatan dengan pasar rakyat. Di situ (UU Cipta Kerja) tidak ada, jadi boleh (berdekatan dengan pasar)," imbuhnya.
Hal lainnya, menurut Sutiaji, mengenai rencana detail tata ruang kota (RDTRK) yang dalam UU Nomor 17 Tahun 2007 kewenangannya berada dalam peraturan daerah (perda) kini dirampingkan dalam peraturan kepala daerah (perkada).
Baca Juga : DPRD Sesalkan Bupati Banyuwangi Tak Temui Massa Demo, Ini Kata Azwar Anas
"Seperri RDTRK, dulu itu menjadi kewenangan perda. Sekarang jadi perkada atau peraturan kepala daerah saja," papar Sutiaji.
Lebih jauh Sutiaji mengatakan, terkait hal ini setiap daerah diberi waktu oleh pemerintah pusat maksimal tiga bulan untuk menyelesaikan regulasi baru turunan dari Omnibus Law UU Cipta Kerja. "Kita dikasih waktu dua sampai tiga bulan untuk menyelesaikan itu semuanya. PP (peraturan pemerintah)-nya dikebut juga," tandasnya.
Untuk diketahui, Presiden RI Jokowi dalam pidatonya beberapa waktu lalu menyampaikan dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja, ada 11 klaster pembahasan utama. Yakni urusan penyederhanaan perizinan, urusan persyaratan investasi, urusan ketenagakerjaan, urusan pengadaan lahan, urusan kemudahan berusaha, urusan dukungan riset dan inovasi.
Kemudian urusan administrasi pemerintahan, urusan pengenaan sanksi, urusan kemudahan pemberdayaan dan perlindungan UMKM, urusan investasi dan proyek pemerintah, serta urusan kawasan ekonomi.