Indonesia memiliki kekayaan dalam keberagaman kopi khas lokal yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara. Di antaranya kopi Gayo Aceh, kopi Solok Sumatra Barat, kopi Liberika Kalimantan Selatan, kopi Malinau Kalimantan Utara, kopi Preanger Jawa Barat, kopi Kawisari Jawa Timur, kopi Kintamani Bali, kopi Toraja Sapan, kopi Bajawa Flores, hingga kopi Wamena di Papua.
Daftar kopi khas lokal tersebut semakin bertambah dengan adanya kopi khas Mojokerto yang berasal dari kebun-kebun kopi penduduk di lereng pegunungan Anjasmoro. Ada dua jenis kopi khas lokal, yaitu robusta dan excelsa.
Baca Juga : Perkuat Ekonomi Daerah, Dinas Koperasi Pemkab Blitar Fasilitasi PIRT Gratis
Kopi khas Mojokerto yang dominan berasal dari Kecamatan Jatirejo ini ternyata memiliki prospek bisnis yang menarik bagi para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM). Salah satunya adalah M. Netto Suryono, warga Jatirejo, yang selama ini menyalurkan kopi khas Mojokerto tersebut dari para petani ke daerah lain. Di antaranya ke Wonosalam, Kabupaten Jombang.
Menurut Netto, bahwa saat ini Indonesia merupakan produsen dan juga sekaligus konsumen penting komoditas kopi. Bagi masyarakat pada umumnya, minum kopi telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Terutama bagi orang-orang tua dan sekarang juga anak-anak muda sehingga menjadikan pertumbuhan konsumen peminum kopi semakin meningkat.
“Artinya, usaha kopi ini mempunyai prospek yang sangat baik dan luas,” ujar pebisnis muda tersebut di kediamannya Desa Padangasri, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Sabtu (3/10/2020).
Meski demikian, bisnis kopi khas Mojokerto juga mengalami beberapa kendala, di antaranya keterbatasan kapasitas produksi, peralatan yang masih manual, dan pemasaran.
“Meningkatnya permintaan kopi ini menjadi sebuah tuntutan kami selaku pelaku usaha dalam memproduksi dan memasarkan kopi lokal. Karena selama ini kami hanya memproduksi yang berskala terbatas, yang terpacu dalam satu wilayah di kecamatan,” ujar pelaku UMKM kopi yang memulai usahanya sejak 2018 lalu itu.
Netto menambahkan, bahwa dalam permintaan kopi yang semakin meningkat tentunya perlu adanya perluasan suplai kopi dari lereng pegunungan Anjasmoro jalur Mojokerto. Juga dalam produktivitas kopi bubuk, perlunya alat yang memadai untuk produksi massal dan kontinyu.
Di lain pihak, pandemi Covid-19 turut menyebabkan menurunnya pendapatan para pelaku UMKM kopi di daerah tersebut, karena beberapa permintaan pasar yang ditunda untuk sementara waktu.
Baca Juga : Kisah Pilu Batik Tulis Celaket Kota Malang pada Peringatan Hari Batik Nasional
“Adanya pandemi saat ini cukup mempengaruhi jumlah kopi yang kita kirim, tidak sebanyak sebelumnya. Otomatis pendapatan juga menurun,”ungkap Netto.
Solusinya, Netto menjelaskan, bahwa faktor utama dalam pengenalan kopi lokal khas Mojokerto, tentunya juga perlu adanya sebuah sistem yang mampu mengumpulkan semua hasil panen kopi dari beberapa titik yang berpenghasil kopi, guna suplai kopi yang mampu memenuhi permintaan. Perlu juga adanya pembinaan dalam pengelolaan kopi untuk menghasilkan biji berkualitas dan mampu memperluas jaringan ke petani kopi di lereng pegunungan Anjasmoro.
“Harapan kami, dalam mewujudkan sebuah kopi khas lereng Anjasmoro jalur Mojokerto, tentunya masih perlu edukasi dan pengembangan kopi di titik yang berpotensi, agar hasil panen biji kopi semakin banyak. Dan perlunya sebuah manajemen pemasaran dan produksi yang baik,” pungkas penyalur kopi yang berencana memiliki kebun kopi sendiri itu.