Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengaku mendapatkan banyak komplain dari guru, murid, dan orang tua terkait pendidikan di masa pandemi covid-19 ini.
Guru tertekan lantaran harus menuntaskan silabus dan kurikulum dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan masih sulit beradaptasi. Sementara, tugas bagi para siswa meledak. Orang tua pun stres karena dibebani begitu banyak PR anak yang harus mereka bimbing.
Baca Juga : Perguruan Tinggi dan SMK Semua Zona Boleh Masuk, asal Hanya pada Pembelajaran Praktik
Atas komplain itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menjawabnya dengan mengeluarkan kurikulum darurat. Nadiem menegaskan, kurikulum darurat adalah penyederhanaan kurikulum yang sudah ada, bukan kurikulum baru.
Kurikulum darurat dibuat untuk jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK. Dalam kurikulum ini, kompetensi dasar turun 20-40 persen di masing-masing mata pelajaran.
"Jadi, ini benar-benar menjadi ringkas. Peringkasan atau penyederhanaan itu sampai 20 sampai 40 persen dari volume sebelumnya setiap mata pelajaran dan fokus kepada yang esensial saja," kata dia.
Kurikulum darurat ini adalah kurikulum 2013 yang disederhanakan secara cukup dramatis. Misalnya pengurangan kompetensi dasar matematika disederhanakan 18 sampai 67 persen atau bahasa Indonesia yang mengalami pengurangan kompetensi dasar 38 sampai 75 persen.
Lantas, apakah ini berarti kualitas kurikulum di Indonesia turun? Nadiem menegaskan bahwa kurikulum ini disusun oleh tim yang memiliki kompetensi yang baik dalam standar global. Pakar-pakar di Kemendikbud, yaitu guru-guru penggerak yang baik dari dalam Kemendikbud maupun dari luar Kemendikbud, bahkan dari luar negeri, menyusun kurikulum darurat tersebut. "Jadi, kita benar-benar punya tim yang punya kompetensi yang sangat baik dalam standar global," ujarnya.
Baca Juga : Bangkalan Zona Orange, KBM Tatap Muka Tunggu Dulu
Penyederhanaan ini dilakukan berdasarkan apa yang benar-benar esensial. Meski demikian, Kemendikbud tidak memaksakan seluruh kepala dinas untuk memakai kurikulum ini. Kemendikbud hanya ingin mengeluarkan kurikulum ini untuk membantu guru dan siswa, bukannya untuk memaksa transformasi kurikulum.
"Jadi, kalau kepala dinas menerapkannya atau kepala sekolahnya ingin menerapkan, ya silakan diterapkan. Tapi bagi sekolah yang sudah nyaman dengan kurikulum 2013 dan mengikuti kompetensi dasar itu, terserah sekolahnya juga. Jadi, ini benar-benar hak daripada kepala dinas dan masing-masing kepala sekolah untuk memilih mau pakai yang mana," paparnya.
Jadi, Kemendikbud memberikan opsi bagi sekolah. Opsi kurikulum darurat sendiri 100 persen legal. Kemendikbud sendiri menganjurkan opsi kurikulum darurat ini diambil semua guru, semua kepala sekolah, dan semua kepala dinas. "Rekomendasi Kemendikbud adalah untuk menggunakan kurikulum darurat," pungkas Nadiem.