free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Pendidikan

RUU KUHAP Jadi Sorotan, Guru Besar FH UB: Ini Harus Hati-Hati

Penulis : Irsya Richa - Editor : A Yahya

24 - Jan - 2025, 13:00

Placeholder
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang Prof. Dr. I Nyoman Nurjana, SH, MH. (Foto: Istimewa)

JATIMTIMES - Dua pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tengah menuai sorotan, lantaran dianggap bisa mengancam kewenangan jaksa dan polisi. Hal ini pun mendapatkan kritik tegas Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang Prof. Dr. I Nyoman Nurjana, SH, MH.

Dua pasal yang menuai sorotan, yakni Pasal 111 Ayat (2) dan Pasal 12 Ayat (11). Dalam Pasal 12 Ayat (11) disebutkan jika laporan masyarakat tidak mendapat tanggapan dari kepolisian dalam waktu 14 hari, dapat langsung ke kejaksaan.

Baca Juga : Sejarah Perjalanan The Daddies: Dari Awal Dipasangkan hingga Pensiun Bersama

“Ini harus hati-hati. Dalam sistem peradilan pidana kita, kewenangan Polri sebagai penerima laporan sudah selaras, kecuali untuk tindak pidana khusus seperti korupsi di mana Kejaksaan memang memiliki kewenangan khusus dalam penyidikan,” tegas Prof I Nyoman.

Kemudian pada Pasal 111 Ayat (2), jaksa diberikan kewenangan untuk mempertanyakan keabsahan proses penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh kepolisian. Menurutnya, hal ini sangat bertentangan dengan KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi.

“Kewenangan Jaksa untuk menyatakan sah tidaknya penangkapan dan penahanan ini merusak mekanisme yang sudah selaras. Ini dapat menimbulkan conflict of norms dan ketidakpastian hukum,” tegas Prof I Nyoman.

Ia menambahkan, sejumlah pasal dalam rancangan tersebut dinilai tumpang tindih, kewenangan lembaga penegak hukum, khususnya antara kepolisian dan kejaksaan, dikhawatirkan akan merusak Integrated Criminal Justice System (Sistem Peradilan Pidana Terpadu).

“Bicara penegakan hukum adalah bicara tentang sistem yang sudah diatur dalam KUHAP. Dalam hukum acara pidana di Indonesia, kita mengenal sistem peradilan pidana terpadu,” kata I Nyoman saat di kediamannya.

Sistem peradilan pidana di Indonesia sudah memiliki mekanisme yang jelas berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Dengan beberapa subsistem, yakni tahapan, prosedur, mekanisme, dan kewenangan dalam penegakan hukum.

Tak hanya itu saja, I Nyoman menyoroti kewenangan polisi yang dimulai dari tahapan penyelidikan dan penyidikan, sudah diatur dalam KUHAP dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.

“Kita ketahui bahwa kewenangan Polri dalam penegakan hukum sudah sangat jelas, termasuk penyerahan berita acara penyelidikan (BAP) kepada Kejaksaan untuk menjadi dakwaan atau tuntutan,” imbuh I Nyoman.

“Kepolisian tidak bisa langsung mengajukan hasil penyidikan ke Pengadilan karena itu merupakan tugas Jaksa yang membuat surat dakwaan,” tambah I Nyoman.

Selain itu, I Nyoman juga menyoroti perubahan kewenangan kejaksaan berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2004 yang telah diperluas melalui UU Nomor 11 Tahun 2021. Perubahan ini, termasuk kewenangan untuk melakukan penyadapan dan intelijen, menurutnya sudah cukup luas.

Baca Juga : Renovasi Pasar Besar, P3KM Siap Jembatani Paguyuban Pedagang

Jika kewenangan Kejaksaan diperluas lagi melalui RUU KUHAP, hal ini akan semakin mengacaukan sistem peradilan pidana. I Nyoman juga menegaskan, jika sistem peradilan pidana di Indonesia adalah sistem yang terpadu.

Setiap lembaga penegak hukum memiliki kewenangan masing-masing yang sudah diatur dalam undang-undang, mulai dari Kepolisian yang diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2002, sedangkan untuk Kejaksaan diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2021, hingga pengadilan yang diatur dalam UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

"Penegakan hukum kita sudah jelas, namun jika Jaksa diberikan kewenangan lebih luas, termasuk mengintervensi tahapan penyelidikan dan penyidikan yang menjadi kewenangan Polri, maka ini akan menimbulkan conflict of interest,” terang I Nyoman.

Ia juga mempertanyakan apakah RUU KUHAP ini merupakan perubahan dari UU Nomor 8 Tahun 1981 atau rancangan untuk menggantikan undang-undang tersebut secara keseluruhan.

"Jika ini belum jelas, maka perlu kehati-hatian. Jangan sampai perubahan ini merusak sistem yang sudah ada," tegasnya.

Meski RUU KUHAP ini masih dalam tahap pembahasan, I Nyoman mengimbau perlu adanya masukan dari akademisi, praktisi hukum, dan pengamat hukum harus didengar dan diakomodasi oleh DPR RI.

“RUU ini harus dibahas lebih hati-hati. Jangan sampai adanya perubahan justru merusak sistem peradilan pidana terpadu yang selama ini kita anut,” tutup I Nyoman.


Topik

Pendidikan Kuhap revisi kuhap prof i Nyoman prof i Nyoman nurjana



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Irsya Richa

Editor

A Yahya

Pendidikan

Artikel terkait di Pendidikan