Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dengan kerendahan hatinya meminta maaf terkait timbulnya polemik soal Program Organisasi Penggerak (POP). Ia juga sudah menegaskan bahwa Tanoto Foundation dan Putera Sampoerna Foundation tak akan menerima dana APBN sepeserpun.
Menanggapi permintaan maaf tersebut, Ketua LP Ma'arif NU, KH Z. Arifin Junaidi menyatakan penghargaannya kepada Nadiem. Ia mengungkapkan bahwa sikap Nadiem untuk meminta maaf merupakan sikap ksatria.
Baca Juga : Sistem Pendidikan Dinilai Amburadul, BEM Muhammadiyah Tuntut Mendikbud
"Permintaan maaf dari pejabat tinggi di negara kita merupakan peristiwa langka. Itu merupakan sikap ksatria yang sangat baik yang patut ditiru," ucapnya.
Dalam video permintaannya, Nadiem berharap, Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tetap bersedia kembali dalam program tersebut. Sayangnya, Arifin menyampaikan hal ini tidak serta merta membuat LP Ma'arif NU gabung ke POP.
"Untuk mengevaluasi dan meninjau kembali penerima POP butuh waktu. Apakah cukup waktu yang tersisa sampai akhir tahun untuk melaksanakan program tersebut?" katanya.
Nadiem memang sudah meminta maaf dan minta bimbingan. Namun demikian, Arifin meminta Nadiem untuk tak sekadar meminta maaf saja. Melainkan membuktikannya dengan tindakan nyata.
"Buktikan itu semua dalam tindak nyata bukan sekadar ucapan," ucapnya.
Sebelumnya, Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menuai polemik. Dua organisasi Islam terbesar di Tanah Air, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah mundur dari program tersebut, yang kemudian diikuti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Baca Juga : Mahasiswa Boleh Ambil Kelas di Luar Prodi 3 Semester, Ini Contoh Hak Belajar yang Didapat
Menurut Lembaga Pendidikan Ma’arif konsep Program Organisasi Penggerak (POP) yang diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak matang.
Setidaknya ada tiga hal yang ia nilai berpotensi menjadi masalah besar dan menjadikan POP ini patut untuk dievaluasi. Pertama, tidak jelasnya organisasi yang bisa mengajukan usulan untuk menjadi bagian dalam pelaksanaan program. Kedua, prosedur seleksi menurutnya juga tidak jelas. Ketiga, efektivitas program yang harus dijalankan di tengah pandemi Covid-19 yang masih mewabah sampai saat ini.