Sidang Paripurna Hak Menyatakan Pendapat (HMP) yang digelar oleh DPRD Jember pada Rabu (22/7/2020) berujung pemakzulan terhadap Bupati Jember Faida. Usulan pemakzulan ini mendapat persetujuan oleh 45 anggota dari 50 anggota DPRD yang hadir pada sidang paripurna.
“Hari ini 45 anggota DPRD yang hadir di sidang paripurna hak menyatakan pendapat, dan menyepakati pemberhentian terhadap Bupati Jember. Selanjutnya hasil sidang ini akan dikirim ke Mahkamah Agung untuk diuji, apakah syarat-syarat penghentian bupati sudah cukup atau tidak,” ucap Hadi Supaat dari fraksi PDI Perjuangan yang mengusulkan HMP.
Baca Juga : Jejak Buron Kasus Bank Bali Djoko Tjandra Terungkap, Kini Disebut Ada di Malaysia
Hadi menilai, banyak pelanggaran yang dilakukan oleh Bupati Jember, sehingga terjadi karut marut birokrasi.
“Banyak pelanggaran yang sudah dilakukan oleh bupati. Selain itu proses dari HMP ini juga terlebih dahulu dilalui dengan Hak Interpelasi dan Hak Angket,” ujarnya.
Sementara Faida menyampaikan, HMP yang dilakukan oleh tidak memenuhi prosedur sebagaiman ditetapkan dalam Pasal 78 Ayat (2) PP 12 tahun 2018.
“Saya memang diundang oleh DPRD dalam sidang paripurna Hak menyatakan pendapat. Tapi diundangan DPRD tidak melampirkan dokumen materi dan alasan pengajuan usulan pendapat, padahal surat yang dikirimkan seharusnya disertai dengan dokumen pendukung sebagaimana dalam Pasal 78 Ayat 2 PP 12 tahun 2018. Oleh karenanya saya menilai hal ini tidak sesuai prosedur,” ujarnya.
Faida juga menyinggung mediasi antara Pemkab Jember dengan DPRD yang difasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri pada 7 Juli lalu di kantor Kemendagri. Di mana dalam mediasi tersebut telah menghasilkan kesepakatan dan keputusan bersama, khusunya antara dirinya selaku Bupati Jember dengan Pimpinan DPRD.
Di mana dalam mediasi tersebut, antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Pemkab Jember dan DPRD Jember akan berkoordinasi serta bersinergi secara berkelanjutan dalam penyelesaian setiap permasalahan yang ada di Kabupaten Jember.
Dalam kesempatan tersebut, juga dihasilkan keputusan agar Pemkab Jember menindaklanjuti hal-hal yang belum dilaksanakan terkait surat Mendagri. Hasilnya harus disampaikan selambat-lambatnya pada 7 September 2020 mendatang.
Faida menegaskan, sesuai perjanjian dan kesepakatan tersebut dibuat secara sah dan tanpa paksaan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUH-Perdata yang berbunyi, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Baca Juga : Tinggal di Rumah Kurang Layak, Bupati Lumajang Segera Renovasi Rumah Bu Maati
“Kalau hal ini dilanggar dan tidak dipatuhi bersama, berarti ada yang melanggar terhadap setiap kesepakatan atau perjanjian yang telah dibuat. Dan pada dasarnya merupakan praktik pelanggaran atas prinsip itikad baik (good faith),” sesal Faida.
Dirinya juga menjelaskan, bahwa Kementerian Dalam Negeri sesuai dengan ketentuan Pasal 373 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah merupakan kementerian yang diberikan kewenangan untuk mengoordinasikan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Dengan demikian sudah selayaknya hasil forum mediasi penyelesaian permasalahan pemerintahan di Kabupaten Jember dipatuhi, dihormati dan dijunjung tinggi keberlakuannya oleh para pihak termasuk oleh Bupati Jember dan DPRD Jember.
“Semua pihak seharusnya menghormati keputusan dari forum mediasi penyelesaian permasalahan pemerintahan di Kabupaten Jember. Harus dipatuhi dan dihormati oleh semua pihak, termasuk Pemkab Jember dan DPRD Jember,” pungkasnya.
Sidang Paripurna ini sendiri diwarnai aksi demo dukungan dari masyarakat yang menamakan dirinya sebagai Aliansi Masyarakat Jember (AMJ). Di mana dalam dalam orasinya mereka menyatakan dukungannya kepada DPRD Jember dalam HMP.
Dari pantauan media ini, beberapa kerabat bakal calon bupati yang akan maju dalam Pilkada 2020 juga ikut serta. Tidak hanya itu, salah satu mantan ASN yang juga akan mencalonkan bupati juga ikut larut dalam aksi tersebut.