Tolak praktik perjudian di lingkungan tempat tinggalnya, sejumlah tokoh masyarakat desa Gesikan Kecamatan Pakel mendatangi rumah ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tulungagung, Senin (13/07/2020) malam.
Kedatangan warga ke rumah KH Muhammad Hadi Mahfuzd di Pondok Pesantren Alhikmah Mlathen itu mengadukan kejanggalan saat masyarakat berusaha menolak adanya arena judi di desa mereka.
Baca Juga : Bupati Maryoto Akui Ada Perbedaan Penafsiran Pedum BPNT, Minta Semua Pihak Duduk Bareng
"Datang ke rumah saya, intinya mereka menolak judi yang ada di desanya. Bukannya mendapat dukungan dari desa, malah pihak desa melakukan mediasi dengan kelompok masyarakat lain yang mengizinkan judi digelar," kata pria yang akrab dipanggil gus Hadi itu.
Lanjutnya, seharusnya apapun bentuk perjudian merupakan pelanggaran hukum yang harus dihilangkan di tengah masyarakat. "Kok ini malah dimediasi, bahkan ada semacam bentuk pernyataan mana masyarakat yang mendukung dan mana yang menolak," paparnya.
Karena dianggap penyelesaiannya janggal, masyarakat yang terdiri dari beberapa tokoh minta nasehat gus Hadi untuk menyikapi masalah tersebut.
Saat dikonfirmasi, Nur Hadi kepala desa Gesikan membenarkan adanya masalah pro dan kontra praktek perjudian di desanya. Menurutnya, kedua belah pihak punya pandangan yang beda sehingga desa berusaha melerai agar tidak terjadi masalah yang lebih panjang.
"Awalnya kan ada yang datang minta tanda tangan ke warga, namun itu tidak dijelaskan untuk apa. Kemudian, setelah terkumpul tanda tangan baru diberi tahu bahwa mereka menolak adanya judi itu," kata Nur Hadi, Selasa (14/07/2020) siang.
Karena ada yang berpendapat lain, masyarakat yang mendukung adanya arena judi di tempat itu tidak terima dan terjadi dua pendapat yang perlu ditengahi pemerintah desa. "Akhirnya kita pertemukan, kita juga lihat siapa yang mendukung dan menolak," ujarnya.
Baca Juga : Ngotot Lanjutkan Pembangunan, Yayasan Imam Syafii Desa Tapan Kembali Didemo Warga
Rencananya, Rabu (15/07/2020) besok kedua belah pihak akan kembali dipertemukan di kantor desa untuk mencari penyelesaian. Nur Hadi mengakui, masyarakat di desanya ada yang bergantung pada perjudian itu. Alasannya, masyarakat dapat memperoleh pemasukan baik dari pengelolaan parkir dan sebagian dapat berjualan.
"Jadi saya tidak bisa melarang, saya tau itu pelanggaran. Jika saya melarang nanti dikira membedakan masyarakat," paparnya.
Meski Nur Hadi mengetahui perjudian adalah pelanggaran hukum, dirinya sepenuhnya menyerahkan pada pihak berwajib jika dilakukan tindakan. "Jika itu pelanggaran biar saja ditindak oleh penegak hukum, yang jelas jangan sampai perbedaan itu berlarut-larut," jelasnya.