Semester kedua 2020, kondisi perekonomian di Indonesia berangsur membaik. Salah satunya dilatarbelakangi makin menggeliatnya aktivitas perekonomian di saat masa transisi menuju new normal berlangsung.
Iklim investasi pun diprediksi akan kembali menggeliat. Salah satunya adalah investasi reksa dana saham. Hal itu menyusul indeks harga saham gabungan (IHSG) semakin membaik di semester kedua 2020 ini.
Baca Juga : Pengamat: RUU Cipta Kerja Munculkan Peluang dan Norma Baru Bagi Pekerja
Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Freddy Tedja melalui keterangan tertulisnya menyampaikan, IHSG tentu masih berfluktuasi. Karena memang kenyataannya masih banyak faktor ketidakpastian mengenai pandemi COVID-19.
"Harapannya dengan bangkitnya perekonomian, maka IHSG dapat meningkat kembali," katanya.
Namun bagi investor berprofil agresif dengan horison investasi jangka panjang, saat ini menurutnya bisa menjadi saat yang tepat untuk secara bertahap berinvestasi kembali di reksa dana saham.
Meski begitu, menurutnya para investor harus mengingat profil risiko investor. Karena investasi di saham, termasuk di reksa dana saham adalah investasi jangka panjang.
Hal yang harus diperhatikan adalah tidak langsung memutuskan menarik investasinya hanya karena kondisi sesaat yang menyebabkan investasi terkoreksi. Ada baiknya memikirkan kembali tujuan investasinya dan jangka waktu.
"Kita bisa kembali melihat pergerakan IHSG sepanjang tahun berjalan sebagai referensi, bagaimana keputusan untuk tetap bertahan atau mencairkan investasi dapat membuat perbedaan kinerja yang sangat signifikan," tambahnya.
Baca Juga : FIFGROUP Yogyakarta Raya Salurkan 978 Paket Sembako
Namun untuk investor dengan profil konservatif moderat, bukan berarti tidak ada peluang. Reksa dana pasar uang dan reksa dana pendapatan tetap dapat menjadi pilihan. Di tengah era suku bunga rendah, reksa dana pasar uang dan pendapatan tepat atau obligasi Indonesia masih menawarkan imbal hasil yang tetap atraktif.
Sebagai informasi, sepanjang tahun berjalan dari akhir tahun 2019 sampai dengan akhir Juni 2020, indeks harga saham gabungan (IHSG) merosot dari level 6299 ke level 4905, atau pelemahan sebesar 22,1 persen.
Pada level terendahnya pada tanggal 24 Maret, IHSG bahkan sempat bertengger di level 3937 atau melemah 37,5 persen hanya dalam tiga bulan dihitung dari akhir tahun 2019. Namun memasuki semester kedua tahun 2020, pergerakan pasar finansial Indonesia mulai menggeliat.