Ritual tahunan Yadnya Kasada yang biasa dilakukan oleh masyarakat Suku Tengger di kawasan Gunung Bromo, Jawa Timur nampaknya akan tetap digelar di tengah pandemi Covid-19 pada 6-7 Juli 2020.
Kasubbag Data Evaluasi Pelaporan dan Humas Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Syarif Hidayat mengatakan bahwa upacara Yadnya Kasada tetap dilakukan namun tidak menerima kunjungan wisatawan.
Baca Juga : Tagihan Listrik Bengkak hingga Rp 20 Juta, Warga Buat Pengaduan dan Sebut PLN Tak Adil
"Untuk tahun ini kami batasi hanya masyarakat Tengger saja," kata Syarif Hidayat Kamis (11/6/2020).
Sebelum ditentukan untuk tetap menyelenggarakan upacara Yadnya Kasada, TNBTS telah membicarakan hal tersebut bersama perwakilan masyarakat Suku Tengger, Dinas Pariwisata Kabupaten Probolinggo beserta instansi terkait pada Rabu (10/6/2020) kemarin.
Hasilnya, upacara Yadnya Kasada bisa dilaksanakan namun tetap dengan memperhatikan protokol kesehatan sesuai standar untuk menghindari penyebaran Covid-19.
Selain itu pengukuhan yang biasanya digelar di Pendopo Agung, khusus tahun ini ditiadakan. Bahkan wisatawan juga dilarang masuk di kawasan Sukapura dengan memperketat check poin di pendakian ke arah Bromo.
"Khusus untuk masyarakat lokal dipersilahkan naik dengan syarat menunjukkan KTP dengan alamat lokal Bromo," ungkapnya.
Sementara itu, Syarif juga menegaskan bahwa kawasan wisata TNBTS belum buka. Saat ini pihaknya masih menunggu instruksi dan langkah untuk kembali membuka kawasan wisata itu di masa New Normal.
"Kesepakatan dan atau rekomendasi dari pemerintah daerah juga sangat penting dan menjadi perhatian kami berkaitan dengan protokol dan komitmen semua pihak," jelas Sarif.
Hari Raya Yadnya Kasada adalah sebuah hari upacara sesembahan berupa persembahan sesajen kepada Sang Hyang Widhi. Setiap bulan Kasada hari-14 dalam penanggalan Jawa diadakan upacara sesembahan atau sesajen untuk Sang Hyang Widi dan para leluhur.
Kisah Rara Anteng (Putri Raja Majapahit) dan Jaka Seger (Putra Brahmana) adalah sal mula Suku Tengger karena diambil dari nama belakang keduanya.
Baca Juga : Satgas New Normal Kabupaten Malang Bentuk Tim Strong Poin
Pasangan Rara Anteng dan Jaka Seger membangun pemukiman dan kemudian memerintah di kawasan Tengger dengan sebutan Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger, yang mempunyai arti “Penguasa Tengger yang Budiman”.
Mereka tidak dikarunia anak sehingga mereka melakukan semedi atau bertapa kepada Sang Hyang Widhi, tiba-tiba ada suara gaib yang mengatakan bahwa semedi mereka akan terkabul namun dengan syarat bila telah mendapatkan keturunan, anak yang bungsu harus dikorbankan ke kawah Gunung Bromo.
Pasangan Roro Anteng dan Jaka Seger menyanggupinya dan kemudian didapatkannya 25 orang putra-putri, namun naluri orang tua tetaplah tidak tega bila kehilangan putra-putrinya.
Akhirnya pasangan Rara Anteng dan Jaka Seger ingkar janji, Dewa menjadi marah dengan mengancam akan menimpakan malapetaka, kemudian terjadilah prahara keadaan menjadi gelap gulita kawah Gunung Bromo menyemburkan api.
Kesuma, anak bungsunya lenyap dari pandangan terjilat api dan masuk ke kawah Bromo, bersamaan hilangnya Kesuma terdengarlah suara gaib, "Saudara-saudaraku yang kucintai, aku telah dikorbankan oleh orang tua kita dan Sang Hyang Widhi menyelamatkan kalian semua. Hiduplah damai dan tenteram, sembahlah Sang Hyang Widhi. Aku ingatkan agar kalian setiap bulan Kasada pada hari ke-14 mengadakan sesaji kepada Sang Hyang Widhi di kawah Gunung Bromo".