Seluruh masyarakat di Indonesia dan dunia berharap pandemi Covid-19 segera berakhir dan dapat kembali menjalani aktivitas sehari-hari seperti sebelum pandemi. Banyak proses dan penyesuaian yang harus dilakukan manusia untuk menuju proses normal kembali pasca pandemi. Ada pula berbagai pertimbangan tentang kesiapan banyak pihak untuk kembali menjalani aktivitas normal pasca pandemi.
Berpijak dari itu, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Islam Balitar (Unisba) Blitar mengadakan diskusi online dengan tajuk “Problematika di di Era Pandemi Covid-19 dalam Perspektif Sosial, Ekonomi, Politik dan Budaya”. Diskusi yang digelar pada Kamis (11/6/2020) melalui aplikasi Zoom ini berjalan sukses dengan diikuti ratusan peserta.
Baca Juga : UIN Malang Upayakan Pengurangan Uang Kuliah ke Kementerian Agama
Adapun narasumber yang dihadirkan yakni Hery Basuki (Dekan Fisipol Unisba), Eko Adi Susilo (Kaprodi Administrasi Negara), Novi Catur Muspita (Kaprodi Sosiologi), Yefi Dian Nova Harumike (Kaprodi Ilmu Komunikasi) dan Anwar Hakim Darajad (Kaprodi Administrasi Bisnis).
Dekan Fisipol Unisba Blitar, Hery Basuki, di kesempatan ini menyampaikan, tema ini sengaja dipilih untuk mengkaji kondisi riil yang terjadi di masyarakat saat ini. Di mana dampak Covid-19 dirasakan oleh seluruh sektor di sistem sosial meliputi sosial, ekonomi, politik dan budaya.
“Pandemi covid-19 ini membawa banyak dampak konsekuensi. Pertama darurat kesehatan, kemudian memunculkan problem kedaruratan ekonomi. Kedua kedaruratan saat ini menjadi isu yang cukup familiar. Namun demikian, keduanya tidak bisa lepas dari kedaruratan sosial dan politik,” ungkap Hery Basuki.
Sebagai contoh lanjut Hery, kedaruratan-kedaruratan yang terjadi tersebut memunculkan banyak kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemimpin negara dan pemimpin daerah di masa pandemi. Proses kebijakan ini merupakan produk politik dari tingkat pusat hingga daerah.
“Contok kebijakan, seperti negara lain melakukan lockdown tapi di Indonesia tidak. Indonesia menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang tidak ada di negara lain. Untuk menerapkan PSBB, setiap daerah disuruh membuat kajian dan melaporkanya ke gubernur. Nanti gubernur yang akan melaporkannya ke Kemenkes dan disahkan oleh Kemenkes, ini proses yang terjadi di Indonesia,” paparnya.
Kedaruratan kesehatan dan ekonomi berkembang menjadi beberapa konsep kebijakan. Setelah PSBB, kini muncul konsep new normal yang harus dipahami secara mendalam oleh masyarakat.
“Konsep new normal ini harus disosialisasikan, dilembagakan dan dibudayakan di lingkungan masyarakat secara luas agar tidak terjadi kesalahpahaman. Di sinilah peran sosialisasi politik, di samping diberitahukan melalui berbagai media massa, diharapkan dengan sosialisasi itu terjadi pemahaman di seluruh lapisan masyarakat. Jangan sampai kata normal itu kembali ke masa sebelum covid. Sosialisasi bisa dengan skema kearifan lokal, seperti menggunakan kata adaptasi kebiasaan baru hingga benar-benar menjadi budaya, karena pada masa covid sistem sosial kita sebenarnya berada pada posisi abnormal,” tukas mantan Anggota DPRD era orde baru.
Baca Juga : Tagar UIN Malang Sadar Trending, Kampus Telah Siapkan 4 Skema untuk Mahasiswa Ma'had
Paparan menarik lain disampaikan Kaprodi Sosiologi Unisba Blitar, Novi Catur Muspita. Menurutnya, dampak negatif pandemi Covid 19 dalam perspektif Sosiologi ada 3 hal meliputi Struktural, Kultural, dan Psikis.
Perpsektif struktural di antaranya terjadinya PHK, meningkatnya pengangguran, dan dinamika kemiskinan. Sementara perspektif kultural, kondisi ini memunculkan tuntutan adaptasi perubahan pola pikir, pola komunikasi, interaksi sosial atas kondisi new normal yang terkadang bisa berseberangan dengan tradisi kultural.
“Misal budaya mudik, yang selalu dipegang erat sejak dahulu kala di saat pandemi diimbau untuk dihindari, supaya tidak menjadi penyebaran virus. Pandemi ini juga memunculkan fenomena psikis, di mana muncul phobia berlebihan akan virus, takut ketemu atau didatangi orang atau tamu yang dikhawatirkan berpotensi menulari virus,” jlentrehnya.
Fenomena kultural yang cukup menarik bermunculan. Di mana masyarakat Indonesia berupaya memecahkan pandemi covid tidak hanya dengan pola pemikiran rasional. Tidak sedikit masyarakat yang melakukan pendekatan metafisika, ghaib dan supranatural untuk menjelaskan fenomena covid dan mencari obatnya.
“Pemerintah sementara ini melakukan pencegahan covid dengan protokol kesehatan, yakni pakai masker, PHBS, jaga jarak dan jauhi kerumunan. Di satu sisi, muncul kelompok masyarakat yang dengan berpikiran tradisional melalui pendekatan metafisika, ghaib, dan supranatural mencoba menjelaskan fenomena ini, seperti munculnya obat covid dari mimpi yang menyatakan lidah buaya bisa mengobatinya. Ini terjadi karena sistem kultural bangsa kita yang memang kompleks,” paparnya.