Presiden Joko Widodo dikabarkan telah disomasi oleh Koalisi Masyarakat.
Somasi itu datang karena harga BBM yang tak kunjung turun.
Baca Juga : Elektabilitas Ridwan Kamil-Ganjar Pranowo Naik, Anies Baswedan Malah Turun
Sebanyak 15 orang yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Penggugat Harga BBM (KMPHB) diketahui telah mengajukan surat somasi untuk Jokowi.
Surat somasi itu pun sudah disampaikan ke Sekretariat Negara.
Dalam surat somasi itu, KMPHB menuliskan dua poin gugatan.
Yang pertama, agar pemerintah membayar kompensasi pembayaran BBM berlebih oleh masyarakat.
Kedua, agar pemerintah segera menurunkan harga BMM sesuai aturan.
Dikatakan oleh Koordinator Koalisi Masyarakat Penggugat Harga BBM Marwan Batubara pihaknya menunggu respons dari pemerintah hingga 16 Juni.
Marwan juga mengatakan jika pemerintah harus konsisten dengan peraturan yang disusun karena polemik BBM hingga berkaitan dengan hidup orang banyak.
Terlebih bagi mereka yang terdampak Covid-19.
Baca Juga : Pilkada Serentak 2020, Djarot Isyaratkan Rekom untuk Blitar Raya Turun Bulan Juli
Selain itu, pemerintah juga dianggap tidak mengimplementasikan Kepmen ESDM No.62K/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual BBM Umum Jenis Bensin dan Solar Yang Disalurkan Melalui SPBU dan atau SPBN.
Terkait hal ini, Marwan menuntut pemerintah dengan membayar ganti kelebihan bayar senilai Rp 13,7 triliun.
Jika somasi tak direspon dan harga BBM belum turun hingga Juli nanti, Marwan mengungkapkan jika pihaknya siap menuntut pemerintah secara hukum.
Hal tersebut lantaran Jokowi bisa saja diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum oleh penguasa karena merugikan rakyat.
Lantas apa sebenarnya alasan harga BBM hingga kini tak kunjung turun?
Terkait harga BBM yang tak kunjung turun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif angkat bicara.
Arifin Tasrif mengungkapkan kendati harga minyak dunia turun, namun harga bahan bakar minyak (BBM) tidak bisa seenaknya turun.
Tentunya banyak pertimbangan untuk memutuskan harga BBM turun.
Arifin mengatakan jika pihaknya masih akan terus menunggu realisasi pemotongan produksi minyak global oleh negara-negara OPEC dan Non OPEC.
Ia justru mengatakan jika harga BBM sudah turun sebelum adanya pandemi Covid-19 dan perang crude crude antara OPEC dan Non OPEC.
Bahkan harga BBM di Indonesia dikatakan masih murah dibanding negara ASEAN lainnya.
Tentunya kondisi saat ini tidak bisa dibandingkan dengan peristiwa pada 13 tahun silam.
Di masa tersebut, saat setiap harga minyak anjlok karena kondisi krisis, biasa akan kembali rebound dalam waktu tiga bulan.
Contoh seperti krisis pada tahun 2008 silam yang membuat harga BMM anjlok hingga US$ 38 per barel, yang bisa kembali normal menjadi US$ 70 per barel.
Lebih lanjut, Arifin memperkirakan jika harga minyak akan rebound dikisaran US$ 40 per barel pada akhir tahun.