Masa transisi menuju New Normal atau kelaziman hidup baru di tengah pandemi Covid-19 di Malang Raya sudah dimulai sejak Senin (1/6/2020) lalu.
Masa inilah nantinya yang akan dijadikan acuan kesiapan wilayah Malang Raya, yakni Kota Malang, Kota Batu dan Kabupaten Malang benar-benar siap hidup berdampingan dengan Covid-19 dengan penerapan New Normal.
Salah satu yang harus bersiap untuk berbenah yakni pondok pesantren (Ponpes) yang dihuni oleh banyak santri ataupun santriwati.
Nah, dalam hal ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pihak pengelola pondok pesantren jika ingin beraktivitas kembali.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Malang menyebut persyaratan mutlak yang harus dijalankan yakni penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Juru Bicara Gugus Satgas Covid-19, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Malang, dr Husnul Muarif mengatakan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 itu mulai dari penyediaan alat pengukur suhu tubuh thermo gun hingga tempat cuci tangan pakai sabun.
"Harus ada cuci tangan pakai sabun di setiap titiknya," ujarnya.
Kemudian, karena penghuni dari sebuah pondok pesantren cukup banyak maka yang harus dipatuhi juga terkait keberadaan rasio jumlah kamar yang disediakan.
Hal ini untuk menjaga penerapan physical distancing atau jaga jarak di area pondok pesantren baik saat pembelajaran ataupun di tempat istirahatnya.
"Kita survei juga pemenuhan kamar rasionya berapa. Kamar yang tersedia ini untuk berapa santri. Jangan sampai nanti physical distancing-nya tidak dijalankan oleh pesantren baik saat pembelajaran maupun saat di kamar," jelasnya.
Dicontohkannya, apabila dalam satu kamar disediakan untuk kapasitas 4 orang maka harus dilihat luas daripada kamar tersebut. Sehingga, pondok pesantren akan tahu persyaratan seharusnya sebagai tempat tinggal dan pendidikan.
"Kita lihat dulu luas ruangannya, luas kamarnya seperti apa. Baru nanti kita sesuaikan dengan santri yang ada di pesantren itu sendiri. Kemudian baru diambil langkah apa yang harus dilakukan oleh Pondok Pesantren untuk memenuhi persyaratan tempat tinggal dan pendidikan," ungkapnya.
Nah, jika situasi dan kondisi area tempat tinggal Pondok Pesantren tersebut memang dianggap masih kurang memenuhi syarat protokol kesehatan pencegahan Covid-19, maka belum diperbolehkan beroperasional atau bisa beroperasi jika ada penerapan solusi lain yang sesuai.
Seperti memanfaatkan ruangan kelas yang sekaligus bisa digunakan sebagai tempat istirahat bagi penghuni pondok pesantren.
"Kita sampaikan ke yayasannya, solusi-solusi nanti ada beberapa kelas yang bisa dijadikan tempat istirahatnya kalau memang tempat istirahatnya yang ada ini sudah tidak memenuhi syarat dalam 1 kamar," imbuhnya.
Atau bisa juga, dengan memanfaatkan situasi di masing-masing wilayah. Salah satunya, rumah milik masyarakat yang sekiranya memang bersedia untuk dijadikan sebagai tempat menampung peristirahatan dari para santri.
"Mungkin pondok punya solusi tersendiri. Biasanya di samping-samping pondok ada rumah-rumah masyarakat yang bisa dijadikan tempat itu bisa," terangnya.
Tak hanya itu, setiap pondok pesantren juga harus memiliki Satgas Covid-19. Tim inilah yang diharapkan bisa memberikan pengawasan secara internal selama 24 jam. Salah satu pengawasan yang dilakukan, yaitu area pesantren harus menerapkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).
"Pondok pesantren nanti punya satgas sendiri, tentu nanti kita akan melakukan beberapa supervisi untuk melihat keberadaan satgas itu. Jadi mereka ini yang mengawasi pesantren mulai pagi sampai pagi lagi, mulai kegiatan belajar mengajar, pengawasan di kamarnya, dan yang terpenting adalah perilaku hidup bersih dan sehat kepasa setiap santrinya," tandasnya.