Hampir enam bulan lamanya, Pandemi Covid-19 di dunia belum juga teratasi. Kasus kematian masih terus menghantui berbagai negara di dunia. Berbagai cara dan upaya untuk menghindari virus yang menyerang organ pernapasan itu pun seperti tak menemukan hasil.
Hingga kemarin sore, Senin (18/5/2020) tercatat sudah ada 4,7 juta kasus positif Covid-19 di dunia. Dengan jumlah kematian mencapai 315 ribu orang dan 1,7 juta orang telah dinyatakan sembuh total.
Baca Juga : Ahli Tata Pemerintahan UB: Sebaiknya Birokrasi Bebas dari Intervensi Politik
Sedangkan di Indonesia sendiri, tercatat sudah ada lebih dari 18 ribu kasus positif Covid-19 dengan jumlah kematian mencapai seribu lebih dan 4,3 ribu nyawa dinyatakan sembuh total.
Sejak kemunculannya pertama kali sekitar medio akhir 2019 lalu, berbagai daerah dan negara telah melakukan banyak upaya melalui kebijakannya masing-masing. Mulai dari lock down, karantina wilayah, hingga yang paling baru adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Indonesia pun tak ketinggalan untuk ikut serta dalam trend kesehatan sebagaimana anjuran dari World Health Organization (WHO). Mulai dari membiasakan warganya mengenakan masker, melakukan social distancing, physical distancing, karantina wilayah, hingga yang terbaru adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Aturan-aturan yang mentasbihkan diri sebagai protokol kesehatan itupun tak pelak menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat. Ketika pemerintah memutar otak dan terus menggelontorkan rupiah agar ekonomi tetap berjalan, maka masyarakat di bawah justru kebingungan memenuhi kebutuhan agar dapur tetap mengepul.
PSBB seolah hanya menjadi aturan belaka. Dalam praktiknya, kendaraan roda dua dan empat masih terus berseliweran di pusat kota. Aktivitas berbelanja di pasar hingga swalayan tetap berjalan. Masyarakat lebih memilih beraktivitas dan bekerja seperti biasa.
Pemberlakuan PSBB pun pada akhirnya menyisakan pertanyaan dibenak beberapa orang. Benarkah PSBB yang dijalankan selama 14 hari itu akan mampu memutus rantai penyebaran covid-19? Atau justru ada tahapan baru yang harus dilalui setelah PSBB dilangsungkan?
Terlebih berbagai penelitian menyebut jika virus jenis terbaru ini akan terus menyelinap dalam setiap akses hidup masyarakat. Sehingga belum dapat dipastikan kapan pandemi ini akan berakhir. Sedangkan tatanan dunia saat ini seolah sudah mulai diacak-acak.
Seperti sudah lelah, kini masyarakat pun mulai dihadapkan dengan pilihan untuk hidup berdampingan dengan virus yang disebut-sebut cukup mematikan itu. Lantas sudah siapkah negeri ini untuk benar-benar berdampingan dengan Covid-19?
Bermula dari permasalahan itu, akademisi di Kota Malang bersama Satgas Covid-19 NU Malang dan MalangTIMES pun mencoba bergerak turut serta mencari formula baru untuk keberlangsungan bangsa.
Diskusi meja kotak pun dilakukan untuk mematangkan formulasi berkaitan dengan pedoman bagi masyarakat agar tetap sehat saat harus hidup berdampingan dengan Covid-19.
Salah satu yang dibahas adalah beberapa temuan yang dihasilkan oleh para guru besar dan akademisi di Malang Raya yang berhasil memanfaatkan obat herbal. Keampuhan dari obat-obatan tradisional yang merupakan warisan nenek moyang itu direncanakan dilakukan uji klinis lebih jauh sebagai senjata baru bagi masyarakat saat harus menghadapi Covid-19.
Sebagaimana diutarakan Rektor Universitas Brawijaya Malang periode 2014-2018, Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, jamu-jamuan tradisional sejak dari dulu telah terbukti ampuh dalam mengobati berbagai jenis penyakit.
Kandungan dari empon-empon yang dimiliki oleh Indonesia sudah dipastikan menjadi ramuan mujarab yang dapat menyembuhkan aneka macam penyakit. Mulai dari luka luar hingga penyakit dalam.
Berbagai ahli bahkan telah melakukan banyak penelitian. Meski hingga saat ini, kiprah dari jamu herbal masih kalah jauh dengan keberadaan obat-obat kimia yang dijual di toko obat besar dan rumah sakit. Seolah sudah ter-stigma dalam benak masyarakat, obat kimiawi telah menjadi obat yang tak tertandingi.
![](http://risetcdn.jatimtimes.com/images/2020/05/19/9a8d07b4-55bc-4ba8-946e-354d876d8edd661daf161b8def4e.jpg)
Lantas, apakah dalam kondisi seperti sekarang ini masyarakat masih harus menunggu hingga vaksin untuk melawan covid-19 ditemukan? Sedangkan saat ini masyarakat sudah diharuskan untuk mulai hidup berdampingan dengan virus yang menyerang organ pernapasan itu.
"Pilihan kita sekarang adalah hidup berdampingan dengan covid-19. Tetap harus sesuai anjuran lakukan protokol kesehatan, dan harus diperkuat dengan senjata untuk memperkuat imun tubuh," katanya.
Senjata itu tak lain adalah keberadaan jamu-jamuan yang memang sudah banyak teruji secara klinis. Bahkan, tak sedikit ahli yang memanfaatkan jamu-jamuan dan obat herbal itu untuk kebutuhan sehari-hari.
Baca Juga : Kursi Sekda Habis Juni, Bola Kekuasaan Menggelinding ke Mana?
Kunyit, jahe, daun sirih, habbatussauda atau jinten hitam menjadi beberapa contoh jamu-jamuan yang sudah termahsyur sejak dulu. Khasiat dari empon-empon itu juga sudah berjuta kali dimanfaatkan untuk menyembuhkan berbagai macam jenis penyakit.
Guru Besar Universitas Brawijaya, Profesor Sutiman Bambang Sumitro pun sependapat dengan yang diutarakan Prof. Bisri. Guru Besar yang sempat menghebohkan dunia kesehatan dengan temuan rokoknya itu dengan tegas menyampaikan jika empon-empon mempunyai senyawa kompleks dengan logam transisi.
Dengan gamblang, Profesor Sutiman dalam pertemuan yang berlangsung di Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh pada Senin (18/5/2020) sore kemarin itu pun menyampaikan beberapa temuan luar biasa. Salah satunya adalah temuannya yang berupa kopi dan beberapa senyawa yang awal mulanya dimanfaatkan untuk mengobati kanker.
Seiring berjalannya waktu, kandungan yang dimiliki kopi itu disebut menjadi salah satu penangkal yang bisa dimanfaatkan untuk bertempur dengan Covid-19. Fungsi utama temuannya tersebut bukanlah sebagai obat covid-19.
Namun dapat menjadi salah satu pencegah ampuh yang dapat menguatkan imun saat harus berperang dengan Covid-19. "Karena jamu menjadi peluruh bagi radikal yang muncul akibat Covid-19 ini," terangnya.
Ketua PCNU Kota Malang KH Isroqun Najah atau akrab disapa Gus Is pun berharap, pedoman hidup sehat berdampingan dengan covid-19 itu dapat lebih diperkuat. Sehingga masyarakat Malang Raya dapat bisa leluasa beraktivitas di tengah pandemi Covid-19.
Uji klinis yang lebih mendetail berkaitan dengan temuan dan aneka jamu-jamuan itu pun selanjutnya akan dilakukan dalam waktu dekat. Sehingga, pemanfaatannya tetap memperhatikan anjuran dalam dunia kesehatan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Tak muluk-muluk, diskusi ringan yang digelar di Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh pada Senin (18/5/2020) sejak pukul 15.00 WIB itu pun berharap dapat memberi bekal dan pedoman hidup sehat bagi masyarakat di Malang Raya.
Jika memang terbukti berhasil, diharapkan masyarakat seluruh Indonesia bisa memanfaatkan temuan yang terus dimatangkan tersebut. Sehingga, kehidupan normal dapat dirasakan kembali masyarakat.
Dalam pertemuan itu, hadir sebagai tuan rumah adalah pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh sekaligus Rektor Universitas Brawijaya Malang periode 2014-2018, Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri dan Guru Besar Universitas Brawijaya, Profesor Sutiman Bambang Sumitro beserta istri.
Kemudian Ketua PCNU Kota Malang KH Isroqun Najah atau akrab disapa Gus Is beserta jajaran dari Satgas Covid-19 NU Malang dan Direktur JatimTIMES Lazuardi Firdaus dan General Manager JatimTIMES, Heryanto.
Sederet temuan berkaitan dengan khasiat jamu-jamuan selanjutnya akan dibahas dalam tulisan berseri berikutnya.