Meskipun aman dari sentuhan KPK, namun nampaknya Kota Surabaya belum bersih dari korupsi. Sepanjang 2019, ada satu korupsi besar yang terungkap dari jajaran DPRD Surabaya. 2 pimpinan dan 4 anggota wakil rakyat periode 2014-2019 kini berada di balik jeruji besi untuk mempertanggungjawabkan tindakannya.
Kasus ini berawal dari adanya dugaan program fiktif dana Jaringan Aspirasi Masyarakat (Jasmas) 2016. Politisi Gerindra Darmawan yang merupakan Wakil Ketua DPRD Surabaya periode 2014-2019 merupakan tersangka yang pertama kali dipanggil untuk diperiksa.
Dalam dakwaan terdakwa, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjelaskan alur aliran dana jasmas yang bermasalah itu. "Bahwa terdakwa selaku Direktur PT Sang Surya Dwi Sejati baik sendiri dan atau bersama-sama dengan Sugito, H Darmawan, Binti Rochma, Dini Rinjani, Ratih Retnowati, Saiful Aidy pada waktu yang tidak dapat ditentukan secara pasti bertempat di gedung DPRD Kota Surabaya telah melakukan perbuatan melawan hukum mengkoordinir pelaksanaan dana hibah (JASMAS) Pemkot Surabaya tahun 2016," kata JPU M Fadli saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Surabaya di Jalan Juanda, Sidoarjo, Senin(18/3/2019).
Dalam dakwaan yang dibacakan Fadli, terdakwa Agus Setiawan Tjong telah bertemu dengan enam oknum anggota DPRD Kota Surabaya di Gedung Dewan dengan waktu yang berbeda.
Dalam pertemuan pertama, Agus Tjong menemui Darmawan dan Ratih Retnowati di Gedung Dewan DPRD Kota Surabaya. Dalam pertemuan itu, mereka membahas pengadaan barang melalui progam Jasmas dari dana hibah Pemkot Surabaya.
Kemudian, Darmawan dan Ratih Retnowati minta terdakwa Agus Tjong untuk mengkoordinir dengan membuat proposal dengan mengatasnamakan RT/RW.
"Setelah bertemu H Darmawan dan Ratih Retnowati, terdakwa juga menemui Binti Rochma, Dini Rinjani, Ratih Retnowati, Saiful Aidy untuk menyampaikan maksudnya untuk menjadi pihak yang mengerjakan pekerjaan dana hibah dalam bentuk Jasmas, khususnya untuk mengadakan barang-barang yang akan diberikan ke penerima hibah melalui dana aspirasi milik anggota DPRD Kota Surabaya," lanjut Fadhil.
Terdakwa Agus Setiawan Tjong telah menjanjikan pemberian fee sebesar 15 persen kepada enam oknum anggota DPRD Kota Surabaya. Fee tersebut disesuaikan dari nilai barang yang disetujui oleh Pemkot Surabaya dalam bentuk hibah.
"Bahwa pertemuan tersebut disepakati barang-barang yang akan diberikan ke masyarakat berupa terop (tenda), kursi crome, kursi plastik, meja besi, meja plastik, sound system, gerobak sampah serta tempat sampah," kata Fadhil.
Kemudian, proposal tersebut disebar ke 230 RT se-Surabaya oleh terdakwa melalui marketingnya dengan proposal yang telah disiapkan.
Keenam oknum anggota DPRD Surabaya tersebut menerima aliran dana jasmas miliaran rupiah berdasarkan pagu yang diberikan kepada terdakwa Agus Tjong.
"Dan menyampaikan besaran dana aspirasi para anggota DPRD Surabaya yakni H. Darmawan Rp 3 Miliar, Ratih Renowati Rp 3 Miliar, Binti Rochma Rp 2 Miliar, Saiful Aydi Rp 2 Miliar, Dini Rijanti Rp 2 Miliar, dan Sugito Rp 2 Miliar," kata M Fadhil.
Agus Setiawan Tjong sendiri ditahan Kejari Tanjung Perak pada Kamis (1/11/2018). Ia menjadi tersangka terkait proyek pengadaan tenda, meja, kursi, dan sound system, gerobak dan tong sampah. Pengadaan Jasmas tersebut berasal dari APBD Pemkot Surabaya di tahun 2016 lalu. Negara dirugikan hingga Rp 4,9 miliar. Dari hasil audit BPK ada selisih angka satuan barang.
Saat ini, keenam tersangka itu tengah menjalani proses persidangan untuk bisa mendapatkan putusan hukum tetap. Akan tetapi, proses pengusutan kasus itu nampaknya belum benar-benar usai. Buktinya, Ketua DPRD Surabaya periode 2014-2019 Armuji sempat dipanggil oleh pihak Kejaksaan untuk dimintai keterangannya.
"Salah satu orang yang kami panggil yaitu saudara Armuji, hari ini dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka-tersangka yang kami tetapkan sebelumnya," kata Kasi Pidsus Kejari Perak Dimaz Atmadi kepada wartawan, Kamis (19/9/2019).
Dimaz mengatakan sesuai dengan surat pemanggilan sebagai saksi, Armuji dipanggil sejak pukul 13.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB. Oleh penyidik, Armuji ditanya beberapa pertanyaan. "Ada sekitar 20 pertanyaan terkait enam tersangka sebelumnya," kata Dimaz.
Kasus korupsi yang menjerat para wakil rakyat itu pun sontak saja menjadi perhatian banyak pihak sepanjang 2019. Pakar hukum asal Universitas Bhayangkara (UBHARA) Djoko Sumaryanto berpendapat jika keterangan pihak-pihak terkait sangat penting dalam pengungkapan kasus korupsi Jasmas Surabaya hingga ke akarnya. Semua pihak yang dipanggil Kejari Tanjung Perak diharapkan kooperatif.
“Jadi, mereka yang dipanggil ini harus sejujur-jujurnya dan sebenar-benarnya dalam memberikan keterangan sesuai permintaan penyidik kejaksaan. Karena, kuncinya memang disitu. Penting itu,” ujar Djoko.
“Termasuk pula Ketua DPRD Kota Surabaya 2014-2019, Armuji, yang terakhir dipanggil menjadi saksi. Jadi, ya memang kuncinya di kejujuran keterangan mereka yang terkait itu agar bisa jelas kasus itu,” tambahnya.
Senada, pakar hukum pidana korupsi asal UNAIR Wayan Titip pun sebelumnya telah menyoroti terkait pemeriksaan Armuji. Peran dan keterlibatan anggota DPRD Jatim 2019-2024 itu menurutnya harus diusut tuntas juga.
“Kalau tahu dan ikut menerima, ya harus ditersangkakan di kasus korupsinya. Kalau hanya tahu saja, tapi tidak melaporkan nah ini bisa kena KUHP pasal 165. Pidana umum itu, bukan korupsi, karena tahu ada bagi-bagi duit tapi tidak melaporkan kepada atasannya atau penegak hukum,” tegas Wayan Titip.
“Harus diusut tuntas ini. Ikuti aliran uangnya sampai kemana, siapa yang menerima dan siapa yang tahu. Jasmas ini kan selama ini dianggap rejeki lalu dibagi-bagi begitu saja,” pungkasnya.
Bukan hanya dari kalangan akademisi, para anggota DPRD Surabaya periode 2019-2024 pun turut mendukung pengusutan tuntas kasus ini. Politisi Nasdm Imam Syafi’i meminta agar kejaksaan tidak tebang pilih dalam menangani kasus tersebut.
“Mudahan jangan tebang pilih kejaksaan. Karena misalnya begini, kesannya yang salah legislatif. Apa betul dari pihak eksekutif tidak ada yang salah,” ujarnya ketika ditemui di kantor dewan.
Imam berkata demikian karena menilai produk Jasmas tidak hanya digarap dewan sendirian. Tapi juga ada dari pihak Pemkot Surabaya yang memberikan persetujuan setelah proses verivikasi. “Bagi saya kasus korupsi Follow the Money. Apakah ada aliran dana tersebut. Kan mereka yang transfer,” tegasnya.
Menurut dia program Jasmas ini sebenarnya baik. Hingga jangan sampai kemudian karena bermasalah akhirnya malah distop distribusinya ke masyarakat. “Kalau memang kejaksaan dilibatkan sejak awal tidak masalah. Kan mereka biasa melakukan supervisi bareng dengan pemkot,” lanjutnya.