Setelah berkali-kali melakukan lobi dan melayangkan surat, akhirnya blokir pupuk bersubsidi untuk Kecamatan Tanggunggunung dibuka. Pembukaan ini ditandai dengan pengiriman 25 ton pupuk bersubsidi ke Kecamatan Tanggunggunung, Jum’at (8/11/19).
“Alhamdulillah hari ini sudah terealisasikan (pembukaan blokir),” ujar Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Tulungagung, Suprapti di Tanggunggunung, Jum’at (8/11/19).
Surat pemberitahuan pemblokiran diterima oleh Provinsi Jatim pada tanggal 14 Mei 2019 lalu, selanjutnya disampaikan ke Pemkab Tulungagung pada 24 Mei 2019 lalu.
Awalnya hanya 375 hektar lahan yang diblokir, namun sesuai dengan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menyatakan bahwa di Tanggunggunung tak ada lahan pertanian, maka pemblokiran dilakukan menyeluruh untuk 8 ribu hektar lebih lahan.
Sejak diblokir pada bulan Juni lalu, pihak Pemkab Tulungagung melalui Dinas Pertaniannya sudah menempuh berbagai usaha. Sejak menerima surat pemberitahuan pemblokiran, pihaknya langsung mengumpulkan petani jagung di Tanggunggunung.
“Usaha terakhir kita menemui Wakil Gubernur, Mas Emil pada Selasa (5/11/19) lalu, dan pada Kamis (7/11/19) malam kita mendapat surat pemberitahuan pembukaan blokir,” terang Suprapti.
Suprapti melanjutkan, di kecamatan ini ada sekitar 6.500 petani yang menggantungkan hidupnya dari bercocok tanam jagung. Produksi jagung di Kecamatan Tanggunggunung sendiri sebesar sepertiga produksi jagung Kabupaten Tulungagung.
Pembukaan pemblokiran ini disambut bahagia oleh petani. Pasalnya dengan pemblokiran pupuk yang dilakukan sejak bulan Juni lalu, petani jagung di wilayah ini harus menebus pupuk dengan harga non subsidi yang harganya jauh di atas pupuk subsidi.
“Kita harus menebus pupuk non subsisi. Untuk subsidi urea 90 ribu, Ponska 115 ribu persak, kalau non subsidi Urea 120, Ponska 150, sangat mencekik,” ujar ketua Kelompok Tani Sido Dadi II, Suwarno.
Meski mahal, pihaknya tetap saja menebus pupuk itu, lantaran merupakan kebutuhan yang tidak tergantikan untuk tanaman jagung.
Kebiasaan petani di Tanggunggunung selalu membeli pupuk sebelum musim tanam jagung sekitar bulan Agustus. Musim tanam jagung sendiri dimulai pada bulan September hingga Oktober. Dengan adanya blokir ini, musim tanam di sejumlah tempat di Tanggunggunung juga ikut mundur.
Dengan menebus pupuk non subsidi berdampak petani harus mengeluarkan biaya lebih untuk tanam jagung. Tentu hal ini menurunkan keuntungan petani.
Sesuai kebiasaan, saat panen raya harga jagung selalu turun. Perkilo jagung pipil kering dibeli dengan harga 3.500-4.000 perkilo. Rata-rata petani menghasilkan 5-6 ton sekali panen dalam 3 bulan masa tanam.
“Untuk kali ini untuk harga pupuknya, benihnya, operasionalnya mahal, mudah-mudahan nanti masih bisa nyucuk (untung),” harap Suwarno.