Hingga saat ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) KPK. Namun, sebagian besar masyarakat, khususnya mahasiswa, terus mendesak Jokowi menerbitkan perppu tersebut.
Dosen hukum acara Mahkamah Konstitusi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang (UIN Maliki) Malang Wiwik Budi S SH MH mengatakan, penerbitan perppu akan mencederai etik politik.
"Secara etik politik, pastinya itu akan mencederai. Karena bagaimanapun presiden kan didukung partai partai-politik," ucapnya kepada MalangTIMES saat ditemui di sela acara Maliki Public Discussion "Menyikapi Pro dan Kontra Revisi UU KPK" di gedung D UIN Malang belum lama ini.
Sementara partai-partai politik itu sudah bersepakat untuk tidak mendukung presiden mengeluarkan perppu. Meski begitu, presiden memiliki hak untuk tetap mengeluarkan perppu.
"Secara subjektif, beliau sebagai presiden juga punya wewenang ataupun hak untuk bisa mengeluarkan perppu," ucap Wiwik.
Tetapi, untuk bisa mengeluarkan perppu, juga pastinya akan berhadapan dengan partai politik. "Terutama yang mendukung beliau (Jokowi)," imbuh Wiwik.
Soal mengeluarkan perppu ataupun tidak, tentu itu kembali ke subjektivitas presiden. "Mau mengeluarkan itu sebenarnya juga bisa.btidak pun juga tidak ada masalah," tandas Wiwik.
Di sisi lain, menurut Wiwik, bagi masyarakat yang kontra terhadap undang-undang KPK hasil revisi, turun ke jalan bukanlah lagi cara yang tepat.
"Kalau mau turun ke jalan sudah tidak tepat lagi saya kira. Justru sekarang yang paling strategis adalah datang ke Mahkamah Konstitusi (MK), ajukan judicial reviewnya," pungkas mantan panitera pengganti di Mahkamah Konstitusi tersebut.