Syaikh Abu Hasan merupakan pendiri Pondok Pesantren Nurul Huda, Pondok Pesantren Tertua di Blitar dan paling bersejarah di Blitar. Beliau merupakan tokoh agama.
Untuk mencari asal-usul Syaikh Abu Hasan, kali ini BLITARTIMES berhasil menemui Haikal Asrafi, generasi ke enam Syaikh Abu Hasan. Menurut Haikal, Syaikh Abu Hasan merupakan salah satu putra dari seorang guru agama yang alim dari Sleman Yogyakarta.
Separuh hidupnya, beliau pergunakan untuk menuntut ilmu agama Islam di Mamba’ul Oeloem, salah satu Madrasah Diniyyah yang dimiliki oleh keraton Ngayogyakarto Hadiningrat pasca perjanjian Gianti 1755.
"Pada tahun 1819 Syaikh Abu Hasan berangkat melaksanakan titah dakwah menyebarkan agama Islam di wilayah timur, dan dipilihlah daerah Kuningan di Blitar yang pada waktu itu dipimpin oleh Pangeran Adipati Aryo Blitar," ungkapnya.
Atas kecerdasan dan pengamalan ilmunya, diutarakan Haikal, kemudian Syaikh Abu Hasan diangkat menjadi salah satu dari beberapa penghulu keraton (Kyai Keraton). Pada usia 29 tahun, sebelum melaksanakan dakwah, beliau dianugerahi tombak Dwi Sula oleh Sultan Hamengkubuwono IV.
"Adanya Tombak Dwi Sula milik Syaikh Abu Hasan ini dibenarkan oleh Sejarawan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yakni Ki Herman Sinung Janutomo. Dia melihat langsung tombak tersebut dan membenarkan bahwa tombak tersebut merupakan tombak mandat penghulu dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat," sambungnya.
Haikal mengatakan, konon tombak tersebut selalu dibawa oleh Syaikh Abu Hasan ketika berdakwah dan mengsyiarkan agama Islam. Saat ini tombak tersebut masih disimpan oleh keluarga dan digunakan sebagai tongkat mimbar Khotib setiap Sholat Jumat di Masjid Nurul Huda Jatinom.
"Bahkan sampai saat ini, Tombak Dwi Sula masih kami simpan dan dipergunakan setiap Jumat untuk tongkat mimbar Sholat Jumat," tambahnya.
Menurut Haikal, sesampainya di Blitar Syech Abu Hasan tidak lantas bertempat tinggal di Kuningan. Sebagian besar orang termasuk keluarga meyakini ia pertama kali menginjakkan kaki di Desa Sumberdiren, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar.
“Menurut keyakinan banyak orang, Mbah Abu Hasan datang berdua. Tapi tak diketahui siapa temannya. Di Sumberdiren Mbah Abu Hasan menikah dengan gadis desa yang kelak dikenal dengan nama Bu Riyah. Karena tidak kerasan disana, setelah menikah Abu Hasan dan istrinya disuruh mencari tempat baru oleh mertuanya. Lalu mereka babat alas dan bertempat tinggal di Desa Kuningan, tempatnya kemudian didirikan Ponpes Nurul Huda,” jelasnya.
Perlu diketahui bahwa, Pondok Pesantren Nurul Huda yang didirikan Syaikh Abu Hasan seiring bertambah tahun kian berkembang. Di masa lalu menurut cerita, banyak tokoh-tokoh besar yang belajar di pondok ini. Salah satunya Wachid Hasyim, mantan Menteri Pendidikan RI dan ayah dari Presiden RI ke 5 KH Aburachman Wahid (Gus Dur).
Pondok Pesantren Nurul Huda yang didirikan Syaikh Abu Hasan seiring bertambah tahun kian berkembang. Di masa lalu menurut cerita, banyak tokoh-tokoh besar yang belajar di pondok ini. Salah satunya Wachid Hasyim, mantan Menteri Pendidikan RI dan ayah dari Presiden RI ke 4 KH Aburachman Wahid (Gus Dur).
Puncak kejayaan pondok ini terjadi pada masa penjajahan Jepang. Selain santrinya banyak, pada masa itu santri Ponpes Nurul Huda banyak yang ikut terlibat dalam perang kemerdekaan. Disamping itu, cucu Syech Abu Hasan yakni Kyai Mansyur dari Kalipucung dikenal sebagai tokoh yang mengijazahi bambu runcing perang 10 November di Surabaya.
“Di jaman Jepang, banyak santri pondok ini yang ikut perang dan mati syahid. Di waktu itu juga, pondok ini sering digunakan untuk latihan perang, jejaknya pun masih ada. Kadang orang gali gali di sekitar pondok ini nemu senjata laras panjang, granat dan mortir," paparnya.
Meski kini santri di pondok ini tidak banyak, hanya 10 hingga 30 orang, namun Pondok Pesantren Nurul Huda memegang peran penting penyebaran agama Islam di Blitar. Selain melahirkan ulama-ulama besar, nyaris seluruh Pondok Pesantren lain yang ada di Blitar didirikan oleh keturunan dari Syaikh Abu Hasan.
“Keturunan Mbah Abu Hasan banyak yang kemudian mendirikan pondok pesantren. Tak hanya di Blitar, keturunannya ada yang mendirikan ponpes di Kediri, Malang, hingga Surabaya. Salah satunya Kyai Adib dari Kepanjen mendirikan Ponpes Al Fitroh itu juga keturunan Mbah Abu Hasan,” ucap Haikal.
Syaikh Abu Hasan wafat sekitar tahun 1899 Jazatnya kemudian disemayamkan di barat Masjid Ponpes Nurul Huda. Ia disemayamkan berdampingan dengan istri, anaknya Abu Mansyur dan menantunya. Hingga kini makamnya menjadi wisata religi dan banyak dikunjungi peziarah, baik tokoh maupun para santri dari berbagai daerah.(*)