Malang adalah sejarah peradaban Nusantara. Berbagai kerajaan besar tumbuh dari kejayaannya.
Sektor kehidupan saat era Kerajaan Singosari begitu maju. Baik pemerintahan, budaya sampai pada persoalan ekonomi masyarakatnya dengan berbagai kebiasaan yang kejayaannya masih ditinggalkan sampai saat ini. Salah satunya adalah seni batik.
Berbagai jejak masa lalu terkait batik atau seni hias kain bertebaran di berbagai wilayah Malang Raya. Baik yang terlihat diberbagai relief candi sampai pada berbagai arca yang kini masih terbilang kokoh.
Sayangnya, berbagai jejak arkeologis yang menyediakan referensi berlimpah untuk menghadirkan batik khas Malang masih terbatas pada berbagai simbol yang juga dipakai oleh daerah lainnya, khususnya di Jawa Tengah (Jateng). Sedangkan identitas batik Malangan itu sendiri masih dalam proses pencarian terus-menerus.
Hal ini terlihat dari berbagai produk batik di Malang Raya ataupun dalam berbagai penyelenggaraan lomba batik khas Malang.
M. Dwi Cahyono, arkeolog dari Universitas Negeri Malang, pernah menyampaikan bahwa sepertinya Malang 'miskin' referensi kultural. Padahal sekali lagi, begitu banyaknya jejak arkeologis terkait batik yang masih bisa ditemukan diberbagai peninggalan Kerajaan Singosari.
"Jejaknya berlimpah sebagai referensi untuk menghadirkan batik khas Malang yang bersumber dari akar kultural kita. Sehingga tinggal melakukan eksplorasi, perakitan dan akhirnya menjadi batik berkhas Malang itu sendiri," kata Dwi beberapa waktu lalu.
Proses tersebut, masih menurut Dwi, perlu adanya riset secara seksama. Sehingga nantinya bisa ditemukan akar kultural batik Malang yang disinyalir telah ada pada masa Kerajaan Singosari. Walaupun yang kini kerap dimunculkan adalah corak tahun 1900-an. Yakni motif Sidomukti Malang dengan hiasan kotak putih di tengah yang biasa disebut modhang koro.
"Jadi, memang perlu riset mendalam. Lantas nantinya diadakan workshop bersama seluruh pemangku kepentingan sampai perajin batik. Sehingga ada referensi hasil riset dalam proses pembatikan," ujarnya.
Dia juga menegaskan, batik Malang bukan sekadar batik yang diproduksi di daerah Malang. "Jangan terburu-buru buat klaim khas Malang, bila karakter lokaldan akar tadisi ornamentik setempat tereksplorasi, dipahami, dan dijadikan referensi," imbuhnya.
Proses pencarian identitas batik khas Malang sebenarnya telah pernah dilakukan sejak tahun 2005. Para arkeolog bersama tim melakukan riset corak batik pada arca dan ornamen di Candi Singosari dan Candi Kidal.
Bahkan, hasil riset tersebut telah dibukukan dengan judul Batik Mandara. Pemakaian nama Mandara, menurut Suwardono, arkeolog kelahiran 1962 yang ikut melakukan riset corak batik, dikarenakan di area Kerajaan Singosari, ada sebuah daerah bernama Mondoroko. Mandara juga terkait dengan nama pohon di masa Kerajaan Singosari.
Dari riset tersebut, ditemukan sebelas corak batik yang memiliki nilai filosofis dan watak masyarakat pada masa tersebut. Tentunya corak batik notif Mandara tersebut berbeda, misalnya dengan di Jateng.
Ciri khas ornamen batik Mandara adalah geometris. Salah satu motif batik Mandara adalah Giringsing Barong Kembar yang bersumber dari motif kain arca Singosari, hiasan tersembunyi di Candi Jago. Dikenal sebagai motif kain penyemangat oleh Raden Wijaya ketika melawan tentara Gelang-Gelang.
Ornamen batik Mandara hanyalah salah satu yang telah diriset dan dieksplorasi menjadi batik khas Malang. Masih banyak jejak-jejak peninggalan masa lalu yang tentunya masih menunggu seluruh pemangku kepentingan dalam dunia batik untuk digali, dieskplorasi dan dijadikan referensi dalam menghadirkan batik khas Malangan. Batik yang bukan hanya diproduksi di Malang dan dinamakan batik khas Malang. Tapi, tidak mendasarkan pada akar kultural yang hidup ribuan tahun di Malang Raya.