Doktor Koralogi UINSA: Belum Ada Kajian Ilmiah Penyebab Kerusakan 13 Ha Karang di Situbondo
Reporter
Wisnu Bangun Saputro
Editor
Dede Nana
26 - Jun - 2025, 04:57
JATIMTIMES - Doktor Koralogi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA), Ruly Isfatul Khasanah menegaskan bahwa belum ada kajian ilmiah yang benar-benar bisa memastikan penyebab kerusakan terumbu karang di perairan Watu Kenong Situbondo.
Namun demikian ia mendorong adanya kolaborasi antara Komunitas Misi Bahari Situbondo dan pemerintah daerah dalam melakukan uji laboratorium terhadap kondisi terumbu karang yang mengalami kerusakan di kawasan Wisata Bahari Pasir Putih, Situbondo.
Baca Juga : Jadi Target Operasi, Pengedar Narkoba Didapati Bawa Jimat dan Tisu Magic
Dorongan tersebut disampaikan Ruly saat menjadi narasumber dalam seminar lingkungan bertajuk "Bersama Menjaga Laut Warisan Biru untuk Generasi Mendatang", yang digelar di Pendapa Kabupaten Situbondo, Kamis (26/6/2025).
Dalam kesempatan itu, Ruly mengungkapkan adanya indikasi kerusakan parah pada terumbu karang seluas sekitar 13 hektare di sisi timur Pasir Putih, tepatnya di kawasan Watu Kenong.
"Kalau untuk sekarang ini kami baru bisa menduga-duga karena lokasinya (lokasi 13 hektare terumbu karang mati) dan kami berasumsi ini akibat bahan kimia. Sifat kematiannya pun secara biologi maupun fisika menunjukkan ciri-ciri yang mengarah ke bahan kimia," ujar Ruly.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa belum ada kajian ilmiah yang benar-benar bisa memastikan penyebab kerusakan tersebut. Menurutnya, pengambilan sampel baru dilakukan satu kali, dan tidak cukup untuk menyimpulkan bahwa kerusakan disebabkan oleh zat kimia tertentu seperti kaporit dari limbah kolam renang di sekitar pantai.
"Terumbu karang kan berada di laut lepas. Kondisinya dinamis, bisa saja saat pengambilan sampel tidak ada limbah yang sedang mengalir. Karena itu, kita butuh pengambilan sampel berulang agar hasilnya lebih akurat dan bisa dijadikan dasar ilmiah," imbuh dosen Prodi Ilmu Kelautan UINSA itu.
Ia juga menjelaskan bahwa ada perbedaan gejala antara kerusakan akibat bahan kimia dan akibat pemanasan global. “Kalau dampak pemanasan global biasanya ditandai dengan bleaching atau pemutihan. Tapi itu masih ada kemungkinan hidup kembali, asalkan suhu kembali normal dalam waktu enam minggu,” terangnya.
Solusi terbaik menurutnya adalah kolaborasi lintas pihak...