Geger Kartasura dan Lahirnya Mangkunegara I: Jejak Luka, Perlawanan, dan Pemulihan Marwah
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Nurlayla Ratri
07 - Dec - 2024, 06:18
JATIMTIMES- Harga diri lebih tinggi daripada emas, kehormatan tak bisa dibeli dengan sekantung uang.
Pagi itu di Dalem Kepatihan Kraton Kartasura, seorang pemuda berdiri dengan penuh harap. Raden Mas Said—yang kelak dikenal sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (K.G.P.A.A.) Mangkunagara I—datang menghadap Patih untuk memohon kenaikan pangkat.
Baca Juga : Kabar Duka, Aktor Senior Joshua Pandelaki Meninggal Dunia
Harapannya, pangkat Mantri Gandek yang disandangnya dirasa tak sepadan dengan darah biru yang mengalir dalam dirinya, cucu dari Amangkurat IV. Namun, bukannya penghormatan, RM Said justru diberi sekantung uang dan disuruh pergi.
Peristiwa ini menjadi titik balik yang menggurat luka dalam batinnya—kehinaan yang akhirnya membakar tekadnya untuk mengangkat kembali harga dirinya dan rakyat yang terpinggirkan.
RM Said terlahir pada 7 April 1725 di Kraton Kartasura, masa yang ditandai dengan ketidakstabilan politik dan gejolak internal yang tak berkesudahan. Sebagai cucu Amangkurat IV, darah kebangsawanan mengalir kental dalam dirinya. Namun, takdir seolah tidak berpihak.
Ayahnya, KPA Mangkunegara Kartasura, difitnah oleh Patih Danureja dan diasingkan ke Srilanka. Ibunya meninggal dunia ketika RM Said masih kecil, meninggalkan ia dan dua adiknya, RM Ambiya dan RM Sabar, hidup dalam keterlantaran. Mereka diperlakukan bak rakyat jelata meskipun darah raja mengalir di tubuh mereka.
Peristiwa besar yang mengubah nasib Kartasura terjadi pada Oktober 1740, dikenal sebagai “Geger Pecinan”. Bangsa Tionghoa, dipicu ketidakadilan VOC dan pemerintahan Pakubuwana II, memberontak dan menduduki kraton. Seorang keturunan Amangkurat III, Mas Garendi, dilantik sebagai raja dengan gelar Sunan Kuning.
RM Said, di tengah kekacauan ini, berhasil menyelamatkan keris pusaka Kyai Bedudak—simbol kehormatan dan perlawanan. Namun, Sunan Kuning hanya bertahan sembilan bulan. VOC kembali merebut Kartasura dan menempatkan Pakubuwana II kembali di tahtanya, sementara RM Said tetap berada di bawah bayang-bayang ketidakadilan.
Perlawanan di Nglaroh: Kebangkitan Sang Pemimpin
Penghinaan di Dalem Kepatihan mendorong RM Said mencari perlindungan ke Nglaroh, wilayah nenek moyangnya. Dengan dukungan Kyai Wiradiwangsa dan sahabat setianya, Raden Sutawijaya III, RM Said mulai membangun kekuatan.
Di Nglaroh, ia menghimpun rakyat jelata, melatih mereka dalam strategi perang dan olah kanuragan...