Sejarah Munculnya Tradisi Bagi Kondom Gratis ke Atlet Olimpiade
Reporter
Binti Nikmatur
Editor
Nurlayla Ratri
08 - Aug - 2024, 09:49
JATIMTIMES - Olimpiade Musim Panas 2024 di Paris dilaporkan memiliki persediaan kondom gratis yang cukup, sekitar 300.000. Tradisi pembagian kondom gratis di Olimpiade ini sudah berlangsung lama. Namun sebelumnya ada perubahan besar selama pandemi COVID-19 di Olimpiade Tokyo 2020 dan Beijing 2022.
Saat itu, protokol ketat seperti tes swab dan jaga jarak sosial menggantikan keakraban fisik. Bahkan para atlet harus meninggalkan Desa Olimpiade dalam waktu 48 jam setelah menyelesaikan pertandingan mereka.
Baca Juga : Arema FC Tunaikan Janji, Santunan untuk Keluarga Korban Kanjuruhan Segera Disalurkan
"Sangat penting bahwa keakraban di sini merupakan sesuatu yang besar," kata Direktur Desa Olimpiade Paris 2024 Laurent Michaud, dilansir Sky News, Kamis (8/8/2024).
Meski demikian, satu tradisi tetap dipertahankan di Tokyo pada 2020. Sebanyak 160.000 kondom dibagikan ke atlet, dengan syarat untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh.
Asal mula tradisi membagikan komdom gratis ke atlet berawal pada Olimpiade Musim Dingin 1988 di Calgary, Alberta, Kanada, ketika AIDS merajalela di seluruh dunia. Pakar kesehatan menyarankan agar penyelenggara Olimpiade untuk menyediakan kondom gratis bagi atlet mereka. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran terhadap HIV/AIDS dan mendorong seks yang aman.
Di Seoul, Korea Selatan, pada Olimpiade Musim Panas 1988, para pejabat memutuskan untuk memasok Desa Olimpiade dengan lebih dari 6000 kondom. Selain itu, muncul pamflet yang menjelaskan bahaya seks yang tidak aman. Sejak itu, tradisi ini terus berlanjut dengan jumlah kondom yang semakin meningkat di setiap Olimpiade.
Misalnya, pada Olimpiade Musim Dingin 1992 di Albertville, Prancis, 36.000 kondom didistribusikan gratis dan kondom tersebut cocok dengan warna cincin Olimpiade: biru, kuning, hitam, hijau, dan merah. Pada Olimpiade Musim Panas Barcelona tahun itu, kondom awalnya dijual di mesin penjual otomatis di diskotik Desa, namun kemudian dibagikan secara gratis karena para atlet sering tidak memiliki uang kembalian yang tepat.
Baca Juga : Baca Selengkapnya