Kisah Seorang Tabiin yang Dapat Mandat Kembangkan Ilmu Nahwu di Masa Khalifah Ali
Reporter
Anggara Sudiongko
Editor
Yunan Helmy
19 - Apr - 2024, 05:44
JATIMTIMES - Pada masa kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib RA, terdapat seorang tabiin yang diberikan mandat untuk mengembangkan ilmu nahwu. Sosok tabiin itu adalah Abu Al-Aswad Ad-Du'ali.
Ilmu nahwu menjadi sebuah hal yang penting bagi umat Islam dalam memahami Al-Quran. Dalam kajian linguistik modern, nahwu disebut pula dengan istilah sintaksis.
Baca Juga : Sedang Bersedih? Baca dan Dalami Makna Surat Ad Duha
Nahwu sendiri merupakan ilmu yang mengkaji peran atau kedudukan kata dalam sebuah struktur kalimat. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam buku Linguistik Arab karya Azis Anwar Fachrudin.
Ilmu ini lahir karena dua faktor, yakni faktor agama dan nasionalisme Arab. Dari latar faktor agama, dinilai masih banyak kesalahan dalam pembacaan Al-Quran setelah Islam menyebar ke segala penjuru.
Kesalahan yang dimaksud adalah tentang kesalahan berbahasa Arab karena pudarnya kefasihan, sehingga hal ini menjadi kekhawatiran banyak pihak, seperti para khutaba dan bulagha atau ahli retorika.
Terkait faktor nasionalisme Arab, munculnya ilmu nahwu karena bangsa Arab ingin menjaga kemurnian bahasa Arab yang dinilai telah tercampur dengan bahasa lainnya.
Kisah tentang tabiin yang mendapat amanah dari Ali bin Abi Thalib untuk mengembangkan ilmu nahwu bermula saat Abu Al Aswad Ad Du'ali mendengar kesalahan fatal saat seseorang membaca Al-Quran Surat At Taubah Ayat 3.
Sebelum Ad Du'ali mengetahui kesalahan pelafalan Al-Quran ini, para tokoh Islam lain, salah satunya Gubernur Basrah Ubaydillah bin Ziyad, telah resah akan hal ini.
Seperti yang diolah dari sumber buku 10 Tema Fenomenal dalam Ilmu Al-Qur'an karya Mochammad Arifin, kesalahan bunyi bacaan adalah "Anna Allaha bari'un min al-musyrikiin wa rosulihi" yang berarti "Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan Rasul-Nya."
Harusnya, bacaan surat itu berbunyi, "Anna Allaha bari'un min al-musyrikiin wa rosuluhu" yang berarti "Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik."
Gubernur Ubaydillah pun bahkan pernah meminta tolong kepada Ad Du'ali agar mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikan hal itu.
Ad-Du'ali kemudian melihat dan mendengar sendiri atas kesalahan pelafalan ini. Dari sini ia kemudian membuat sebuah pedoman baku tentang pelafalan Al-Quran.
Bersama penulis lainnya, dia pun kemudian mulai merumuskan sebuah sistem, yakni sistem shakl (dammah, fathah, kasrah, dan sukun)...