Kepesertaan Belum Maksimal, BPJS Ketenagakerjaan Butuh Dukungan APBD
Reporter
Prasetyo Lanang
Editor
A Yahya
13 - Apr - 2024, 03:09
JATIMTIMES - Kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Kota Batu masih menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dirampungkan, khususnya bagi masyarakat dari kalangan pekerja informal. Sebab, kepersertaan para pekerja informal pada BPJS Ketenagakerjaan ini masih minim. Pemicunya, pembayaran iuran menjadi alasan penghalang untuk mendapatkan jaminan sosial.
Menanggapi persoalan itu, pihak BPJS Ketenagakerjaan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah agar menggelontorkan APBD untuk menopang iuran program BPJS ketenagakerjaan. Terutama, bagi pekerja di sektor informal atau di usaha rintisan.
Baca Juga : Pantang Takut Bermain Dimanapun, IWbA Kota Malang Siapkan Atlet untuk Porprov IX Jatim
"Karena pekerja informal ini sebagian besar dari teman-teman kita yang kemampuan ekonominya menengah ke bawah. Jika ada kepedulian pemerintah daerah seperti BPJS Kesehatan melalui PBI (Penerima Bantuan Iuran), mungkin bisa tercapai (target)," jelas Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan Kota Batu Supardi Prayitno saat dikonfirmasi, belum lama ini.
Sebagai percontohan, Supardi menyebut PBI yang ditopang anggaran negara masih berlaku hanya dalam BPJS Kesehatan. Menurut dia, pemerintah dapat memaksimalkan APBD untuk sektor pekerja. Seperti yang dilakukan pada sebanyak 8.291 pekerja informal yang iuran kepesertaannya ditanggung APBD melalui dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT).
"Saya juga pernah menghimbau ke Pemkot Batu agar tidak serta merta menyuruh sektor usaha rintisan untuk mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS naker. Kalau bisa yang memang usahanya sudah sanggup," imbuh dia.
Usaha rintisan yang belum sanggup mengakibatkan terjadinya tunggakan iuran. Tercatat piutang iuran BPJS Naker Kota Batu sebesar Rp484 juta. Menurutnya, ada 89 perusahaan dari sektor usaha mengah bawah yang menunggak iuran. Kondisi itu mengakibatkan terhambatnya capaian target yang ditetapkan Rp32,98 miliar pada 2024.
"Pastinya kalau ada tunggakan membuat pekerjanya tidak bisa mendapat layanan jaminan sosial. Tapi jika mampu, wajib melunasi. Kami bekerja sama dengan Kejari untuk menindak jika 6 bulan masih belum membayar," tutur Supardi...