Sisi Kelam Tumbal Penambang Kobalt Demi Energi Go Green Dunia
Reporter
Nabilla Erlika Putri Yessynta
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
29 - Nov - 2023, 04:29
JATIMTIMES –Untuk pencegahan krisis iklim yang semakin buruk, kampanye revolusi energi hijau banyak digencarkan oleh banyak pihak. Terobosan yang diyakini menghasilkan dampak yang sangat signifikan adalah transisi energi bersih, yang salah satunya dengan pembuatan kendaraan listrik.
Namun sangat disayangkan adanya tren peralihan sumber energi bersih ini juga menimbulkan masalah baru. Dengan maraknya peralihan sumber energi dan bahan bakar, kini kampanye “Go green” telah merajalela menyuarakan listrik sebagai alternatif karena dianggap lebih bersih dan ramah lingkungan.
Baca Juga : Listrik di Indonesia Masih Gunakan Batu Bara, Bagaimana Negara Lain?
Namun tidak semua peralihan energi ini menimbulkan dampak positif bagi keseluruhan masyarakat. Karena faktanya banyak penduduk Republik Demokratik Kongo yang menjadi tumbal dalam pembuatan kendaraan listrik yang digadang-gadang sebagai upaya penyongkong energi Go Green.
Salah satu bahan yang dapat membuat baterai jadi dapat diisi ulang adalah kobalt, dengan demikian kobalt menjadi elemen utama dalam pembuatan baterai. Jadi tidak mengherankan jika sumber kendaraan listrik penggeraknya berasal dari unsur kobalt. Yang menjadi masalah di sini adalah kebanyakan kobalt ditambang.
Republik Demokratik Kongo adalah negara termiskin yang menjadi produsen kobalt terbesar di dunia, setidaknya 70% hasil kobalt di dunia berasal dari Kongo. 15-30% kobalt Kongo dihasilkan oleh tambang-tambang kecil atau yang biasa disebut dengan tambang artisanal yang dikelola oleh badan usaha warga dan memperkejarkan penduduk setempat.
Jika berbicara mengenai tambang artisanal, tambang ini hanya berupa galian kecil yang diameternya muat untuk beberapa orang saja, bahkan naasnya banyak galian yang hanya dapat dimasuki oleh satu orang karena ukurannya yang sangat kecil dengan kedalamanya mencapai 100m.
Karena tambang artisanal ini tidak dinaungi oleh badan pemerintah, tentunya alat gali yang dipakai sangat sederhana dan manual, mirisnya lagi tidak ada alat-alat keselamatan yang menjamin saat penambangan berlangsung. Karena ruang geraknya yang kecil, supply oksigen pun juga sangat buruk, sehingga banyak pekerja yang pingsan saat menambang.
Selain resiko keselamatan kerja sangat tinggi, ironisnya masyarakat RDK juga harus mengalami ancaman yang lebih panjang. Fakta menemukan bahwa telah banyak wanita hamil yang terpapar logam berat ditubuh mereka akibat seringnya menghirup debu tambang...