Kuliah Umum di Stanford University, Jokowi Undang Mahasiswa ke IKN
Reporter
Mutmainah J
Editor
Yunan Helmy
16 - Nov - 2023, 06:10
JATIMTIMES - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan kuliah umum di Stanford University, San Francisco, Amerika Serikat. Dalam kesempatan itu, Jokowi berharap agar mahasiswa bisa mengunjungi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Awalnya Jokowi membahas soal perubahan iklim. Ia menyebutkan butuh kolaborasi dan langkah strategis untuk menghadapi dampak perubahan iklim yang makin mengancam.
Baca Juga : Wajib Netral, ASN Dilarang Pose Foto Berikut Ini!
"Dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang makin mengancam saat ini, kolaborasi sangat penting dan langkah strategis konkret sangat dibutuhkan. Tanpa itu, tidak mungkin bagi kita untuk menjamin keberlanjutan dan satu-satunya Bumi yang kita cintai," ucap Jokowi dalam keterangan Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, Kamis (16/11/2023).
Jokowi menjelaskan, perubahan iklim dan transisi energi adalah hal yang sangat mendesak. Indonesia telah mengambil peran dan berkomitmen untuk mengatasi hal tersebut.
"Untuk Indonesia, tidak perlu ragu dan tidak perlu dipertanyakan komitmen kami. Indonesia walks the talk, not talk the talk," imbuhnya.
Kepala Negara Indonesia itu lalu menyebutkan bahwa Indonesia telah berhasil menurunkan emisi sebesar 91,5 juta ton. Hal tersebut diikuti oleh laju deforestasi Indonesia hingga 2022 telah ditekan hingga 104 ribu hektare.
"Kemudian, kawasan hutan juga direhabilitasi seluas 77 ribu hektare, hutan bakau direstorasi seluas 34 ribu hektare hanya dalam waktu satu tahun," sambungnya.
Ia pun menilai saat ini Indonesia menghadapi tantangan besar untuk melakukan transisi energi. Terutama terkait transfer teknologi dan pendanaan.
"Inilah yang menjadi tantangan dan sering menyulitkan negara-negara berkembang. Karena itu, Indonesia ingin memastikan bahwa transisi energi juga menghasilkan energi yang bisa terjangkau oleh rakyat, bisa terjangkau oleh masyarakat," ungkap ptesiden.
Ia beranggapan, pendanaan iklim seharusnya diberikan kepada negara-negara berkembang untuk melaksanakan transisi energi.
"Sampai saat ini yang namanya pendanaan iklim masih business as usual, masih seperti commercial banks. Padahal seharusnya lebih konstruktif, bukan dalam bentuk utang yang hanya akan menambah beban negara-negara miskin maupun negara-negara berkembang," ungkapnya.
Baca Juga : Baca Selengkapnya