Konsekuensi Pilkada Serentak 2024: Kekosongan Jabatan dan Pemotongan Masa Jabatan Kepala Daerah
Reporter
Anggara Sudiongko
Editor
Dede Nana
01 - Jul - 2022, 01:59
JATIMTIMES - 2024 akan menjadi tahun politik di Indonesia. Pada tahun tersebut, Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bakal digelar serentak. Pesta demokrasi ini akan menjadi momen akbar pemilihan pertama yang terbesar di Indonesia. Sebab, pada momen pemilihan sebelumnya, pemilu dan pilkada belum pernah dilaksanakan pada tahun yang sama.
Namun, dalam pesta demokrasi serentak itu, terdapat polemik besar, yakni terkait dengan penyelenggaraan Pilkada. Dalam penyelenggaraan Pilkada 2024, terdapat konsekuensi pemotongan masa atau lama jabatan kepala daerah yang belum habis. Selain itu, terjadi kekosongan jabatan kepala daerah yang sudah habis masa periodenya sebelum Pilkada 2024.
Baca Juga : Fakultas Kedokteran Hewan UB Pastikan 500 Sapi Kurban di Kota Mojokerto Aman Dikonsumsi
"Pilkada 2024 serentak terjadi dua hal. Kekosongan jabatan akibat Pilkada ditunda (serentak 2024), dan ada pemotongan masa jabatan dari kepala daerah hasil Pemilukada 9 Desember 2020. Korbannya termasuk juga putra dan menantu presiden Bobby Wali Kota Medan dan Gibran Wali Kota Solo. Mereka sama-sama mengakhiri masa jabtan 2024. Artinya tidak genap menjabat 5 tahun," jelas Dr Ahmad Siboy Pakar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, Kamis (30/6/2022).
Kekosongan jabatan kepala daerah hasil pilkada 2017-2018 masih bisa dilakukan penunjukan penjabat kepala daerah agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan. Namun untuk kepala daerah yang tidak menjabat genap lima tahun, misalnya selama 3,5 tahun, maka terdapat kerugian lama masa jabatan sekitar 1,5 tahun.
Secara normatif, dijelaskan Boy, sapaan akrabnya hal itu sah. Sebab, penyelenggaraan Pilkada telah diatur dalam Undang-Undang (UU) 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Akan tetapi, dilihat dari sisi kepala daerah terdapat kerugian yang dialami. Kerugian tersebut baik secara hak finansial, mulai dari hak gaji dan tunjangan selama sisa masa jabatannya.
Kemudian, hal ini memicu ketidaksinkronan dengan ketentuan peraturan yang lain. Dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, masa jabatan kepala daerah disebutkan jelas selama lima tahun. Selain itu, hal ini juga berkaitan dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah yang telah diatur lima tahun...