Walhi Jatim Soroti Rencana Pembangunan Jembatan Kaca di Bromo Tengger Semeru, Sebut Bisa Ancam Konservasi Alam dan Kultural
Reporter
Riski Wijaya
Editor
Yunan Helmy
27 - Sep - 2021, 01:54
JATIMTIMES - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai rencana pembangunan jembatan kaca dan beberapa infrastruktur lain di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dapat mengancam kelestarian ekologi dan adat. Sebab, salah satu kawasan yang rencananya didirikan proyek tersebut adalah zona konservasi, yakni di Jemplang, Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang.
Di wilayah yang masuk di kawasan masyarakat Suku Tengger itu, terdapat keterkaitan yang sangat erat antara konservasi alam dengan konservasi kultural atau budaya. Apalagi, kawasan Tengger adalah kawasan yang termasuk di dalam kawasan high value conservation (HCV) atau konservasi bernilai tinggi.
Baca Juga : Awas Terkecoh, Jembatan Bambu Terpanjang di Lumajang Viral
Karena itu, menurut Dewan Daerah Walhi Jawa Timur (Jatim) Purnawan Dwikora, proyek infrastruktur tersebut dinilai tidak tepat. Apalagi, rencana itu cenderung mengarah kepada pembangunan wisata buatan dan hanya ditempelkan kepada wisata alam.
"Wisata buatan ini apa bentuknya, ya jembatan kaca, resto, glamping dan lainnya. Nah orang datang ke Bromo itu adalah untuk menikmati keindahan panorama alam. Bukan untuk selfie di atas jembatan kaca. Sekali lagi, itu (jembatan kaca) adalah buatan. Itu adalah benda artifisial yang dilekatkan ke panorama alam. Itu tidak tepat," ujarnya, Minggu (26/9/2021).
Lebih lanjut Purnawan berkomentar bahwa konservasi tidak hanya dilihat dari segi keanekaragaman hayatinya saja, namun juga harus melihat konservasi kultural yang ada di kawasan Tengger. Itulah yang membuat kawasan Tengget termasuk di dalam kawasan HVC.
"Jika ditanya apakah mengancam, sudah jelas iya. Akan terjadi kerusakan (alam) dan juga erosi kultural. Berdampak pada ekologi itu fisiknya. Orang Tengger melihat kawasan Jemplang itu sebagai pintu masuk menuju tanah suci. Makanya dia pamit ke luluhur lewat menaruh sesajen. Istilahnya pamit ke leluhur. Karena akan menuju ke dasar, lautan pasir sebagai kawasan suci. Supaya tidak naas atau sial," terang pria yang akrab disapa Pupung ini.
Saat ini, rencana pembangunan jembatan kaca tersebut telah menjadi perhatian serius Walhi. Namun, bukan khusus hanya soal di kawasan TNBTS saja. Artinya, kasus yang terjadi di TNBTS dijadikan salah satu triger bagi kawasan taman nasional lain di Indonesia yang sedang dilanda kasus serupa...