Tangis Keluarga Miskin di Tulungagung, Mau Ambil Bantuan Sosial Dipersulit karena Masalah lain
Reporter
Anang Basso
Editor
A Yahya
22 - Sep - 2020, 02:10
Dua orang keluarga miskin penerima bantuan sosial, yakni Suratin (75) dan Suyati (40) warga desa Sumberagung Kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung mengeluh. Pasalnya, selama dua bulan dua orang yang merupakan ibu dan anak dan sudah berkeluarga sendiri itu merasa dipersulit mengambil bantuan pangan nontunai di E-warong.
Suratin, yang sudah bertahun-tahun hingga dua kali ganti kepala desa sebelumnya merasa lancar-lancar saja setiap kali mengambil sembako. "Keluarga kami ini sudah menerima bantuan bertahun-tahun lamanya dan tidak ada masalah," kata Suyati, anak Suratin, Senin (21/09/2020) di rumahnya.
Baca Juga : Akhiri Nyawa di Pohon Kopi, Nenek 80 Tahun Asal Tulungagung Punya Riwayat Bunuh Diri
Namun, pada bulan lalu tepatnya Agustus 2020, seperti biasanya dirinya dapat kabar jika bantuan (BPNT)-nya sudah bisa diambil ke agen atau E-Warong di desanya. Namun, saat hendak mengambil, yang disebutnya sebagai petugas E-Warong meminta khusus milik keluarganya harus ada rekomendasi dari Kepala Desa.
“Saat itu saya tanya ke Kades, dia jawab tidak tau apa-apa. Padahal petugasnya (E-warong) mengatakan pada saya jika mengambil harus dapat ijin dari pak lurah (Kades),” kata dia.
Rupanya, kesulitan di bulan Agustus itu terjadi lagi di Bulan September ini. Setelah mendapat kabar dari Keluarga Penerima Manfaat (KPM) lain, Suyati datang ke agen untuk mencairkan BPNT milik keluarganya yakni ibu dan dirinya.
"Sebelum masuk, saya dicegat Agen karena khusus saya jika mau mengambil harus menggunakan surat kuasa. Saya tanya, itu katanya perintah pak Kamituwo dan jika ingin surat kuasa di suruh menemui pak lurah lagi," ungkapnya.
Merasa tak lazim, Suyati menolak menemui kepala desa seperti bulan sebelumnya. "Saya menangis, mengapa saya diperlakukan begini. Apa salah keluarga saya," keluhnya.
Dirinya memilih sikap tegas untuk tidak mengambil bantuan sosial yang merupakan haknya. "Saya putuskan tidak saya ambil, biar saja jika memang keluarga kami tidak boleh ambil dan hanya boleh jika atas ijin pak lurah," paparnya.
Di tengah keputusannya itu, agen atau yang disebutnya adalah petugas pencairan datang dan meminta kartu keluarga sejahtera (KKS) milik Suratin dan miliknya. "Barang diantar ke rumah saya, katanya diambilkan dari desa lain," terangnya.
Barang yang diterima disebutkan Suyati berbeda dari biasanya. Dirinya memperoleh beras dengan berat 10 kilogram, dua minyak goreng 2 kilogram dan 2 renteng Energen...