JATIMTIMES - Dinas Kesehatan Kabupaten Malang saat ini tengah fokus melakukan penguatan tracing untuk menemukan kasus penyakit Tuberkulosis atau TBC di wilayah Kabupaten Malang.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang drg. Wiyanto Wijoyo menyampaikan, penguatan tracing untuk menemukan kasus penyakit TBC di tengah-tengah masyarakat Kabupaten Malang merupakan upaya konkret dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang dalam rangka penanganan kasus penyakit TBC.
Baca Juga : UB Luncurkan Batikpedia: Terobosan Digital Kenalkan Batik Malang ke Dunia
Wiyanto menjelaskan, saat ini TBC merupakan penyakit yang mendapatkan sorotan serius. Pasalnya, berdasarkan data pada Global Tuberculosis Report tahun 2024, tercatat Indonesia berada di urutan kedua dunia setelah India dengan estimasi sebanyak 1,09 juta kasus TBC dan 125 ribu penderita TBC meninggal dunia setiap tahunnya.
Pihaknya mengatakan, dalam penanganan kasus tbc terdapat tantangan besar yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, yakni terkait dengan penemuan kasus TBC baru.
"Untuk menemukan satu kasus TBC, itu perlu melakukan pemeriksaan kepada puluhan orang. Jadi proses pencarian penderita TBC membutuhkan tenaga, waktu, serta fasilitas pendukung yang tidak sedikit. Itu tantangan yang kita hadapi," ungkap Wiyanto kepada JatimTIMES.com.
Terlebih lagi, Kabupaten Malang merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa Timur dengan luas wilayah serta jumlah penduduk nomor dua terbanyak. Selain itu, pemerintah pusat juga telah menargetkan hingga akhir tahun 2025 ini penemuan 900 ribu penderita TBC di seluruh Indonesia. Di mana hal itu merupakan bagian dari percepatan eliminasi penyakit TBC di Indonesia.
Wiyanto membeberkan, selain melakukan penguatan tracing, pihaknya memiliki enam strategis khusus dalam penanganan kasus penyakit TBC. Yakni penguatan komitmen daerah, peningkatan promotif–preventif, pelibatan mitra kerja, intensifikasi layanan kesehatan, percepatan penemuan kasus melalui tracing yang masif, serta pemanfaatan teknologi.
Pihaknya menyebut, tracing dalam rangka penemuan kasus penyakit TBC dilakukan dengan cara mengambil sampel dahak seseorang atau menggunakan metode pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA).
Namun, dalam rangka percepatan penemuan serta penanganan kasus penyakit TBC, dibutuhkan alat periksa X-Ray dan Tes Cepat Molekuler. Kedua alat periksa itu berguna dalam rangka deteksi dini penyakit TBC.
Untuk alat Tes Cepat Molekuler sendiri belum semua puskesmas memiliki. Namun, pihaknya terus memperkuat jaringan layanan kesehatan antar puskesmas. Di mana bagi puskesmas yang belum memiliki alat Tes Cepat Molekuler, bisa mengirimkan sampel ke puskesmas atau fasilitas layanan kesehatan yang telah memiliki alat lengkap.
Sebagai upaya konkret penanganan kasus TBC di Kabupaten Malang, Pemkab Malang melalui Dinas Kesehatan di tahun 2025 ini telah mengusulkan pengadaan 28 unit Tes Cepat Molekuler ke pemerintah pusat. Di mana untuk satu unit Tes Cepat Molekuler dibanderol dengan harga Rp 600 juta sampai Rp 700 juta.
Lebih lanjut, Wiyanto menegaskan jika penanganan kasus TBC lebih mudah jika kasus awal telah ditemukan terlebih dahulu. Pasalnya, jika kasus telah ditemukan terlebih dahulu, maka penanganan akan fokus pada pengawasan ketat pasien untuk rutin mengonsumsi obat serta makanan bergizi tanpa berinteraksi langsung dengan orang lain.
Menurut Wiyanto, pengawasan ketat terkait konsumsi obat secara tepat waktu sesuai dengan ketentuan yang berlaku ini menjadi kunci utama untuk pasien agar bisa sembuh dari TBC. Menurutnya, jika tidak disiplin dalam mengonsumsi obat khusus pasien TBC, maka resistensi obat dapat memperpanjang tahapan penyembuhan sekaligus meningkatkan risiko penularan TBC.
"Lebih mudah mengobati orang yang sudah positif menderita TBC daripada menemukan orang yang menderita TBC," pungkas Wiyanto.