JATIMTIMES - Di balik ambisi setiap jurnal untuk menembus panggung internasional, tersembunyi satu kenyataan keras: directory of open access journals (DOAJ) tidak memberi ruang bagi pengelolaan yang setengah hati. Pesan itu ditegaskan langsung oleh Kepala Pusat Publikasi Ilmiah (PPI) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Prof Dr Rohmani Nur Indah MPd saat memberikan materi pendalaman standar DOAJ kepada para pengelola jurnal beberapa waktu lalu.
Prof Indah tidak berputar-putar. Ia membuka sesi dengan menegaskan bahwa DOAJ menjadi salah satu parameter paling krusial dalam akreditasi jurnal, khususnya di Asia Tenggara. “Indeksasi DOAJ itu bukan sekadar bonus. Ini indikator kredibilitas. Kalau tidak terindeks, jurnal mudah dianggap tidak layak,” ujarnya dengan nada tegas.
Baca Juga : Potongan Demi Potongan Menuju Cahaya
Ia mengingatkan bahwa DOAJ juga berfungsi sebagai garis batas tegas antara jurnal open access yang sahih dan jurnal predator yang bermasalah. Menurut dia, banyak jurnal tumbang bahkan sebelum masuk proses penilaian karena mengabaikan syarat paling mendasar: kualitas dan kelengkapan laman jurnal. Ia menyoroti langsung masalah yang paling sering ditemui, tampilan cantik tapi rapuh secara fungsional.
“DOAJ sangat ketat soal aksesibilitas. Kalau menu tidak bisa dibuka, ada broken link, atau informasi penting hilang, itu langsung gagal. Dua jurnal kita pernah ditolak hanya karena persoalan ini,” ungkapnya. Ia menambahkan, estetika tidak pernah menggantikan fungsi. “Percuma indah kalau informasinya tidak ada. DOAJ itu mencari profesionalitas, bukan dekorasi.”
Prof Indah juga memaparkan manfaat yang bersifat langsung dan terukur ketika sebuah jurnal berhasil terindeks. Bukan basa-basi, bukan jargon. “Begitu masuk DOAJ, visibilitas jurnal langsung naik. Artikel lebih mudah ditemukan peneliti luar negeri, reputasi meningkat, dan penulis berkualitas mulai melirik,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa indeksasi DOAJ berpengaruh besar pada alur sitasi, kolaborasi, hingga penguatan posisi jurnal untuk melangkah ke indeks bergengsi seperti Scopus maupun Web of Science. Materinya juga masuk ke wilayah teknis yang sering luput diperhatikan pengelola: konsistensi metadata, kejelasan fokus dan scope jurnal, kelengkapan DOI, sampai transparansi proses editorial.
“Jangan berharap diterima bila halaman ‘About’ atau ‘Peer Review Process’ Anda sekadar formalitas. DOAJ membaca detail, bukan kata-kata kosong,” tegasnya.
Baca Juga : Menggali Peringatan Al-Kabaair: Dosa yang Tidak Terdengar, Tapi Mematikan
Setelah uraian yang cukup mengguncang kesadaran pengelola jurnal, sesi berlanjut ke pemeriksaan kesiapan masing-masing jurnal. Pendampingan dilakukan bukan sekadar seremonial, tetapi mengorek kelemahan satu per satu. Ada jurnal yang harus menghapus menu yang tidak bekerja, ada yang memperbaiki deskripsi, ada pula yang baru sadar bahwa template artikelnya belum sesuai standar.
Setelah seluruh kekurangan dibenahi, Tim PPI memandu proses pengisian formulir pengajuan ke DOAJ melalui akun masing-masing jurnal. Setiap langkah dikawal agar tidak ada kesalahan teknis yang bisa berakibat fatal. Setelah berakhirnya kegiatan, seluruh jurnal resmi mengirimkan aplikasi mereka.