JATIMTIMES - Jika pendidikan adalah panggilan jiwa, maka Rizki Izzah Naditasari SPd telah menjawabnya sejak usia muda, bahkan sebelum menyandang gelar sarjana.
Perempuan asal Bondowoso ini bukan sekadar guru biasa. Ia adalah sosok multi-talenta yang menari di antara ruang kelas, panggung seni, hingga dunia rias wajah. Kini, semua perjalanannya bermuara di Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 22 Malang, lembaga rintisan yang bertujuan memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan inklusif dan bermakna.
Baca Juga : Bupati Tulungagung Lantik 17 Pejabat Tinggi Pratama, Tegaskan Profesionalisme dan Tanpa Mahar
Rizki menapaki jalan pendidikan sejak 2016, saat memutuskan merantau ke Malang untuk menempuh studi di Jurusan Pendidikan Seni Tari dan Musik salah satu kampus. Namun berbeda dari kebanyakan mahasiswa, Rizki tidak menunggu wisuda untuk mulai mengabdi.
Di tengah proses kuliahnya, ia sudah aktif mengajar sebagai guru ekstrakurikuler seni tari di 13 sekolah di Kota Malang, dari jenjang taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
"Saya sempat mengajar sebagai guru ekstrakurikuler di 13 sekolah, mulai TK, SD, SMP, SMA, bahkan sampai kampus. Kadang dalam satu hari harus loncat dari satu sekolah ke sekolah lain. Lelah, tapi ada kepuasan tersendiri saat melihat anak-anak semangat belajar seni," tutur Rizki, Rabu (16/7/2025).

Di balik kesibukannya mengajar, Rizki juga mengeksplorasi dunia kreatif yang lain: freelance makeup artist dan model. Ia kerap terlibat dalam berbagai sesi foto, acara, hingga proyek kecantikan. Dunia rias dan modeling menjadi ruang bagi Rizki untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, sekaligus melatih keterampilan interpersonal yang sangat membantunya saat mengajar.
"Bagi saya, seni itu luas. Lewat makeup dan modeling, saya belajar kepercayaan diri, estetika, bahkan manajemen waktu. Dan itu semua akhirnya memperkaya cara saya mengajar di kelas," ujarnya sambil tersenyum.
Meski jadwal padat membentang, Rizki tak pernah berhenti menuntut ilmu. Ia memilih untuk melanjutkan pengembangan profesionalnya dengan mengikuti Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan gelombang 1 tahun 2023. Bagi Rizki, menjadi guru bukan sekadar pekerjaan, tapi tanggung jawab moral untuk terus tumbuh bersama zaman.
"Saya percaya guru juga harus terus belajar. Nggak bisa hanya mengandalkan pengalaman. Harus update pengetahuan, metode, dan pendekatan yang relevan dengan anak-anak sekarang," jelasnya.
Langkah besar dalam perjalanan Rizki datang saat ia mengetahui adanya rekrutmen ASN melalui jalur PPPK untuk mengisi formasi di SRMA 22. Saat membaca visi sekolah ini, memberdayakan generasi muda dari keluarga prasejahtera dengan pendidikan berkualitas dan gratis, hatinya langsung tergerak.
"Waktu tahu tentang Sekolah Rakyat ini, saya merasa klik. Visi dan misinya kuat. Ini bukan sekadar tempat kerja, tapi ruang pengabdian yang benar-benar nyata dampaknya," ungkap Rizki penuh semangat.
Baca Juga : Dugaan Korupsi Dana Hibah Pembangunan Asrama Ponpes di Gresik Naik Penyidikan
Kini, sebagai guru seni budaya di SRMA 22, Rizki tak hanya mengajarkan teknik tari. Ia menghadirkan seni sebagai media penyadaran diri, pemberdayaan sosial, dan penanaman nilai. Setiap gerak tubuh yang ia ajarkan mengandung makna sejarah, moral, dan budaya, bukan sekadar koreografi.
"Saya ingin anak-anak belajar mengekspresikan diri. Tari itu bukan hanya soal penampilan, tapi cara memahami siapa diri mereka, dari mana mereka berasal, dan ke mana ingin melangkah," paparnya.
Ia percaya, bahwa seni memiliki kekuatan untuk mengubah cara seseorang melihat dunia dan dirinya sendiri. Di tengah keterbatasan yang dihadapi banyak siswa SRMA, Rizki justru melihat peluang besar untuk membangkitkan potensi terpendam yang selama ini mungkin tersembunyi.
"Saya ingin mereka percaya diri, kreatif, punya karakter. Karena lewat seni, kita bisa membentuk pribadi yang utuh. Bukan hanya pintar di kepala, tapi juga punya empati, identitas, dan semangat hidup," tambahnya.
Lebih jauh lagi, Rizki memupuk harapan agar para siswa yang ia dampingi kelak mampu menjadi agen perubahan di keluarga, komunitas, bahkan bangsa. Baginya, pendidikan bukan hanya soal menaikkan nilai ujian, tapi mengubah arah hidup.
"Saya ingin mereka jadi inspirasi, yang bisa mengangkat derajat keluarganya. Bisa mandiri, berdampak, dan membuktikan bahwa latar belakang ekonomi tidak menentukan masa depan," tegasnya.
Di akhir percakapan, mata Rizki berbinar saat membicarakan masa depan. Baginya, SRMA 22 bukan hanya tempat bekerja, tetapi rumah baru untuk berkarya dan melayani. "Semoga makin banyak siswa yang bisa ikut program ini. Dan semoga kami, para guru, bisa memberi yang terbaik. Karena pendidikan yang berkualitas adalah hak semua anak, tak peduli dari mana mereka berasal," pungkasnya.