JATIMTIMES – Di balik kisah besar kelahiran Islam, ada sosok yang tak banyak dikenal khalayak luas, namun perannya begitu penting dalam mengonfirmasi kenabian Rasulullah Muhammad SAW. Ia adalah Waraqah bin Naufal, sepupu dari Siti Khadijah, istri Nabi Muhammad SAW. Seorang alim yang mendalami kitab Taurat dan Injil, Waraqah dikenal sebagai figur yang bijak, tajam hati, meski penglihatannya telah memudar.
Kisah hidup Waraqah bukan sekadar pelengkap sejarah. Ia adalah saksi awal atas perjalanan kenabian Rasulullah, sekaligus salah satu tokoh yang sejak awal percaya akan datangnya Nabi terakhir yang telah disebut dalam kitab-kitab langit sebelumnya.
Baca Juga : 5 Rutinitas Pagi yang Bisa Mengubah Harimu
Dalam buku Yang Terakhir Masuk Surga karya Ismatillah Nouad, dikisahkan bahwa Waraqah memiliki kepekaan spiritual yang luar biasa. Suatu ketika, Siti Khadijah, yang kala itu belum menikah dengan Muhammad, dilanda keraguan tentang masa depan dan calon suaminya. Ia pun menemui Waraqah, memohon nasihat dan petunjuk.
Waraqah memberikan segelas air yang telah dibacakan doa, dan menyarankan agar Khadijah meminumnya sebelum tidur. Malam itu, dengan hati yang tenang, Khadijah tertidur setelah berdoa. Dalam mimpinya, ia melihat sosok pemuda rupawan berpakaian putih, menaiki kuda gagah, bersinar bagaikan cahaya. Pemuda itu muncul dari arah rumah Abu Thalib, sebuah petunjuk yang tidak bisa diabaikan.
Keesokan paginya, Khadijah kembali ke rumah Waraqah dan menceritakan mimpinya. Tanpa ragu, Waraqah menafsirkan mimpi tersebut sebagai pertanda. “Itu adalah Muhammad,” ungkapnya, “keponakan Abu Thalib.” Ia kemudian menjelaskan ciri-ciri Muhammad, bahkan sebelum kenabian datang.
“Tak memiliki bayangan, segala pakaian yang dikenakannya selalu pas, hatinya terjaga meski matanya terpejam, tubuhnya harum meski tak berkeringat,” ujar Waraqah, menggambarkan sosok Muhammad yang diyakininya sebagai Nabi yang dijanjikan.
Keyakinan Waraqah tak berhenti pada mimpi Khadijah. Dalam catatan Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, saat Muhammad berdagang ke Syam atas permintaan Khadijah, ia didampingi oleh seorang pembantu bernama Maisarah. Di tengah perjalanan, Muhammad berteduh di bawah sebuah pohon dekat kuil rahib. Sang rahib yang melihat kejadian itu berkata kepada Maisarah, “Tak ada yang bernaung di bawah pohon ini kecuali seorang nabi.”
Maisarah juga menyaksikan keajaiban lain: dua malaikat menaungi Muhammad dari teriknya matahari. Sekembalinya dari perjalanan, semua kisah ini disampaikan kepada Khadijah, yang kemudian kembali menemui sepupunya, Waraqah.
Waraqah langsung menyambut kabar itu dengan penuh keyakinan. “Jika semua ini benar, maka Muhammad adalah Nabi yang ditunggu-tunggu oleh umat ini. Aku telah lama menantikan saat ini,” ujarnya penuh haru.
Puncak keyakinan Waraqah terjadi setelah peristiwa turunnya wahyu pertama di Gua Hira. Nabi Muhammad pulang dalam keadaan sangat lelah, gemetar, dan diliputi kegelisahan. Siti Khadijah yang cemas kemudian mendatangi Waraqah untuk meminta penjelasan.
Waraqah, yang kala itu telah tua dan menganut ajaran Nasrani, mendengarkan dengan saksama cerita Khadijah. Dengan suara bergetar, ia berkata, “Kudus, Kudus! Demi Tuhan yang menggenggam jiwa Waraqah, yang datang kepadanya itu adalah Namus Akbar yang dulu mendatangi Nabi Musa. Muhammad adalah nabi umat ini!”
Baca Juga : Fenomena Istiwa A’zam 15-16 Juli 2025: Waktu Tepat Cek Arah Kiblat dari Rumah
Penjelasan itu menenangkan hati Khadijah. Ia segera kembali dan menyampaikan pesan Waraqah kepada suaminya. Tak lama, ketika Nabi telah tenang, ia diajak Khadijah untuk menemui Waraqah secara langsung. Dalam pertemuan tersebut, Rasulullah menceritakan sendiri pengalamannya di Gua Hira.
Waraqah, penuh haru, berkata, “Suci, suci! Ini adalah wahyu terbesar yang pernah diturunkan, seperti kepada Musa. Andai aku masih muda, niscaya aku akan membelamu ketika kaummu kelak menolakmu.”
Mendengar itu, Nabi bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?”
“Ya,” jawab Waraqah lirih. “Tak seorang pun membawa misi seperti ini kecuali dimusuhi. Jika aku masih hidup saat itu terjadi, aku akan menolongmu sekuat-kuatnya.”
Waraqah bin Naufal wafat tak lama setelah pertemuan bersejarah itu. Menurut kitab Tarikh al-Khamis, ia meninggal pada tahun kedua atau ketiga sejak kerasulan Muhammad. Namun keyakinannya, dukungannya, dan kesaksiannya telah tercatat sebagai bagian penting dalam sejarah Islam.