JATIMTIMES - Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) mendukung penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Pelindungan Perempuan dan Anak. Draf regulasi yang tengah digodok ini sebelumnya telah ditetapkan sebagai Ranperda Inisiatif DPRD Jatim.
Dukungan Pemprov disampaikan oleh Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak dalam rapat paripurna, Kamis (26/6/2025). Emil hadir untuk menyampaikan pendapat gubernur terhadap ranperda tersebut.
Penyampaian pendapat gubernur ini merupakan tanggapan atas nota penjelasan DPRD Jatim sebagai inisiator ranperda yang telah disampaikan pada rapat paripurna tanggal 23 Juni 2025 lalu. Emil mengungkapkan, Ranperda ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan Provinsi Jatim terhadap kebutuhan regulasi yang mengatur mengenai penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak.
Baca Juga : Raja Gemuk dan Kota Bertembok: Panggung Terakhir Tuban Sebelum Senapati Menyerbu
Ia menyebut, terdapat beberapa alasan yang sekaligus urgensi pembentukan ranperda. "Perempuan dan anak berhak untuk mendapatkan rasa aman, mengembangkan hidup dan kehidupannya, serta hak atas pelindungan dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya yang dapat merendahkan derajat manusia dan melanggar hak asasi manusia yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," jelasnya.
Selain itu, ia menilai bahwa ketentuan dalam Perda Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan dan Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang Sistem Penyelenggaraan Perlindungan Anak sudah tidak sesuai dengan perkembangan peraturan perundang-undangan dan kebutuhan masyarakat dalam penyelenggaraan pelindungan perempuan dan anak.
Ia mengakui, berdasarkan data yang dihimpun dalam Aplikasi Simfoni oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pada kurun waktu tahun 2021 sampai dengan 2024 menyatakan bahwa tingkat kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih banyak terjadi di Jatim.
"Untuk kasus kekerasan terhadap perempuan dengan rincian pada tahun 2021 terjadi 840 kasus, tahun 2022 naik menjadi 900 kasus, tahun 2023 kembali naik menjadi 993 kasus, dan tahun 2024 naik menjadi 1.041 kasus," ucapnya.
Sedangkan untuk kasus kekerasan terhadap anak, pada tahun 2021 terjadi 901 kasus, tahun 2022 naik menjadi 968 kasus, tahun 2023 kembali naik menjadi 972 kasus dan tahun 2024 turun menjadi 771 kasus. Ia menyebut data ini berbeda dengan yang sebelumnya disampaikan oleh Komisi E DPRD Jatim. Karena itu, Emil menyarankan agar ada penyempurnaan naskah akademik.
Lebih lanjut, ia menegaskan, Pemprov Jatim mendukung penggabungan Perda Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan dan Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang Sistem Penyelenggaraan Perlindungan Anak menjadi satu perda.
Baca Juga : Gandeng MTC dan HDCI, PLN UP3 Malang Gelar Baksos dan Beri Sambungan Listrik Gratis
"Pada prinsipnya kami sependapat dan mendukung dalam pembentukannya seiring dengan kebijakan penyederhanaan regulasi, sehingga dalam tataran pelaksanaanya dapat dilakukan secara lebih efisien," urainya.
Ia juga memandang perlu adanya penyesuaian terhadap nomenklatur BAB III dan BAB V pada naskah akademik, dengan mengacu pada Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Emil meminta, BAB III Evaluasi dan Analisis Perundang-undangan diubah menjadi BAB III Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-undangan Terkait. Kemudian untuk BAB V Sasaran, Jangkauan, Arah Pengaturan dan Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah diubah menjadi BAB V Jangkauan, Arah Pengaturan dan Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah.
"Terhadap jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan rancangan peraturan daerah, secara umum kami berpendapat telah memenuhi kebutuhan baik secara normatif maupun empiris, yang selanjutnya dapat disempurnakan kembali pada saat pembahasan bersama," tandasnya.