JATIMTIMES - Selat Hormuz tengah menjadi perbincangan hangat setelah Iran dikabarkan akan menutupnya buntut serangan Amerika Serikat (AS) pada tiga lokasi nuklirnya pada akhir pekan lalu.
Namun, keputusan tersebut masih menunggu persetujuan dari Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Republik Islam dan Pemimpin Spiritual Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
Baca Juga : KONI Jatim: Porprov 2025 Harus Punya Magnet untuk Tingkatkan Ekonomi
Setelah adanya kabar tersebut, banyak pihak yang penasaran dengan Selat Hormuz itu hingga membuat kata kunci Hormuz menduduki trending di Google Tren pada Senin (23/6/2025).
Mengenal Selat Hormuz
Dikutip dari Wikipedia, Selat Hormuz adalah perairan antara Teluk Persia dan Teluk Oman. Untuk melintasi Selat tersebut, kapal-kapal melewati perairan teritorial Iran dan Oman berdasarkan ketentuan jalur transit Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Setiap harinya, jutaan barel minyak melewati perairan ini dari negara-negara Teluk ke seluruh penjuru dunia.
Menurut Badan Informasi Energi AS (EIA), sekitar seperlima dari total konsumsi minyak dunia melewati selat ini, atau sekitar 20 juta barel per hari (bpd) minyak, kondensat, dan bahan bakar.
Bukan hanya minyak, Selat Hormuz juga menjadi jalur perdagangan gas alam cair (liquid natural gas).
Di sekitar Selat Hormuz terdapat dua dari 10 eksportir gas alam terbesar di dunia, yakni Qatar dan Oman.
Gabungan produksi gas alam kedua negara itu hampir 90 juta metrik ton per tahun. Setiap bulan, ada sekitar 3.000 lebih kapal pengangkut LNG mondar-mandir melewati selat tersebut.
Tidak hanya terbatas pada minyak dan gas, selat ini juga berfungsi sebagai koridor penting bagi perdagangan internasional dan pengiriman laut yang lebih luas. Selat ini menangani kargo nonenergi dalam jumlah besar, karena kapal-kapal kontainer besar yang memuat barang-barang manufaktur, bahan mentah, dan pasokan makanan penting melintasi Selat ini.
Ada kekhawatiran bahwa menutupnya untuk semua lalu lintas pengiriman akan memicu guncangan pasokan minyak, yang akan mendorong inflasi dan memicu resesi global.
Esmail Kosari, anggota parlemen dan komandan di Angkatan Bersenjata Iran Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) mengatakan, penutupan selat itu ada dalam agenda dan “akan dilakukan kapan pun diperlukan.”
Selat tersebut telah lama menjadi titik api geopolitik. Iran telah mengancam akan menutupnya di masa lalu, terutama selama periode meningkatnya ketegangan dengan Amerika Serikat.
Namun, meskipun ada banyak ancaman selama bertahun-tahun, Iran tidak pernah bertindak sejauh itu dengan menutupnya, sebuah tindakan yang secara luas akan dilihat sebagai tindakan eskalasi dengan konsekuensi global.
Yang membuat momen ini berbeda adalah konteksnya: perang yang meningkat dengan Israel dan meningkatnya tekanan dari AS. Kemungkinan penutupan tidak hanya akan menjadi respons taktis – tetapi juga akan menjadi eskalasi strategis.
Baca Juga : Halal Center Unisma Gencarkan Pelatihan PPH: Bongkar Tantangan Nyata Sertifikasi Produk Halal
Penutupan selat tersebut – bahkan yang sementara – dapat membuat harga minyak melonjak dalam semalam.
Situasi itu akan mengakibatkan lonjakan tajam harga minyak, yang berpotensi melebihi 100 dollar AS per barel. Pada saat yang sama, beberapa analis memperkirakan angka yang lebih tinggi, yaitu 120 dollar AS per barel, tergantung pada durasi dan sifat gangguan.
Ancaman gangguan saja sering kali mengguncang pasar; penutupan yang sebenarnya akan jauh lebih tidak stabil.
Negara-negara yang sangat bergantung pada minyak Teluk, termasuk Tiongkok, Jepang, India, dan negara-negara Eropa, akan terkena dampak langsung.
Selain itu, para pelaku ekspor utama di dunia akan terdampak oleh gangguan ini. Sebab, mereka tidak dapat mengirimkan produk energi mereka melalui rute maritim utama ini.
Situasi demikian, akan mengganggu produksi industri, membebani jaringan transportasi, dan memengaruhi kehidupan sehari-hari.
Kondisi ini juga akan menguji respons angkatan laut Barat, khususnya Angkatan Laut AS, yang mempertahankan kehadirannya di wilayah tersebut justru untuk memastikan kebebasan navigasi.
Sementara parlemen Iran dilaporkan telah menyetujui tindakan tersebut, keputusan akhir berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi, yang pada akhirnya diawasi oleh Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei.
Masih belum jelas seberapa dekat Iran dengan penerapan tindakan tersebut, atau apakah Iran menggunakan ancaman tersebut sebagai alat tawar-menawar di tengah meningkatnya ketegangan.
Namun, pernyataan Kosari bahwa penutupan "akan dilakukan kapan pun diperlukan" menunjukkan Teheran ingin tetap membuka opsinya – dan pengaruhnya.