JATIMTIMES - Di tengah gegap gempita Ramadan, salat Tarawih menjadi ritual malam yang tak hanya menyatukan umat Muslim dalam kekhidmatan, tetapi juga menjanjikan serangkaian keistimewaan spiritual.
Lebih dari sekadar ibadah sunah, tiap gerakan dan doa di baliknya menyimpan janji pengampunan, pahala berlipat, serta kedekatan dengan Sang Pencipta, sebagaimana diuraikan dalam kitab klasik 'Durratun Nasihin'.
Baca Juga : Arti Closingan, Tren Sehari Menjelang Datangnya Bulan Suci Ramadan
Sebagai ibadah khas Ramadan, salat Tarawih telah menjadi tradisi yang mengakar dalam kehidupan Muslim dunia. Meski hukumnya sunah, kedudukannya begitu istimewa (sunah muakkad) sehingga dianjurkan dilaksanakan berjamaah di masjid.
Menurut sejumlah ulama, pahala salat Tarawih berjamaah disetarakan dengan ibadah satu malam penuh —sebuah motivasi bagi umat Islam untuk konsisten menjalaninya.
Kitab 'Durratun Nasihin, meski tak sepenuhnya bersumber dari hadis sahih, menjadi rujukan populer yang mengurai keutamaan tiap malam Tarawih secara detail, menawarkan perspektif spiritual yang menginspirasi.
Setiap malam dalam pelaksanaan salat Tarawih memiliki makna. Di malam pertama, dosa-dosa dihapuskan hingga suci bak bayi baru lahir. Pada malam kedua, rahmat meluas ke orang tua yang beriman. Memasuki malam ketiga, seruan malaikat di bawah Arsy menandai dimulainya pengampunan dosa masa lalu. Malam keempat, pahala yang diterima setara dengan membaca kitab-kitab besar yang diwahyukan kepada nabi-nabi terdahulu, termasuk Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’lan.
Malam kelima, pahala yang diterima setara dengan orang yang salat di tiga masjid suci: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsa.
Malam keenam, pahala yang diberikan setara dengan pahala malaikat yang tawaf di Baitul Makmur, dengan setiap batu dan tanah yang dilewati memohonkan ampunan untuk orang yang salat.
Malam ketujuh, seakan-akan orang yang salat pada malam ini turut berjuang bersama Nabi Musa AS melawan Fir’aun dan Haman. Malam kedelapan: Allah memberikan anugerah yang setara dengan anugerah yang diterima Nabi Ibrahim AS. Malam kesembilan: orang yang melaksanakan salat Tarawih pada malam ini mendapatkan pahala seperti ibadah yang dilakukan para nabi. Malam kesepuluh, pahala lebih besar dari yang diterima orang yang melakukan salat Tarawih pada malam ini, meliputi kebaikan di dunia dan akhirat.
Kemudian pada malam selanjutnya, malam ke-11, menjanjikan kematian dalam keadaan fitrah. Pada malam ke-12, di hari kiamat nanti, wajahnya akan bercahaya seperti bulan yang penuh di malam hari. Pada malam ke-13, ia akan terhindar dari segala bentuk keburukan pada saat hari kiamat. Kemudian, pada malam ke-14, para malaikat akan menjadi saksi atas pelaksanaan salat Tarawihnya, dan Allah tidak akan menghisabnya pada hari kiamat.
Baca Juga : Mau 'Toron' Naik Kereta? Begini Cara Tambah Bagasi untuk Bawa Oleh-oleh
Pada malam ke-15, malaikat-malaikat, termasuk yang mendukung Arsy dan penjaga kursi langit, akan memohonkan ampunan bagi dirinya. Sementara malam ke-16 menggaransi kebebasan dari neraka. Di malam ke-17, pahala setara para nabi diberikan, dan pada malam ke-19, derajat surga ditinggikan. Tidak kalah dahsyat, malam ke-20 menyamakan pahalanya dengan syuhada dan orang saleh.
Pada malam ke-21, Allah menjanjikan rumah bercahaya. Selanjutnya pada malam ke-22, jika hari kiamat tiba maka ia akan selamat dari segala macam kesusahan dan kebingungan. Pada malam ke-23, Allah akan membangun sebuah kota di surga untuknya. Di malam ke-24, ia akan dianugerahi dua puluh empat doa yang pasti diterima. Pada malam ke-25, Allah akan menghapuskan siksa kubur yang sempat mengancamnya.
Pada malam ke-26, Allah akan melipatgandakan pahalanya selama empat puluh tahun. Di malam ke-27, pada hari kiamat, ia akan menyeberangi jembatan Shirathal Mustaqim secepat kilat. Kemudian pada malam ke-28, Allah akan meninggikan derajatnya seribu tingkat di surga. Malam ke-29, ia akan memperoleh pahala setara dengan seribu ibadah haji yang diterima. Dan pada malam ke-30, Allah berfirman: "Makanlah buah-buahan surga, mandilah dengan air Salsabil, dan minumlah di telaga Kautsar. Aku adalah Tuhanmu dan engkau adalah hamba-Ku."
Meski narasi dalam 'Durratun Nasihin' kerap dianggap sebagai metafora penguat motivasi, nilai-nilainya sejalan dengan esensi Ramadan: penyucian diri, solidaritas, dan pembangunan spiritual yang mendorong untuk semakin meningkat keimanan kepada Allah SWT. Wallahu'alam.