JATIMTIMES - Di sebuah sudut lereng Gunung Lamongan, tepatnya di sekitar Danau Ranu Klakah, Lumajang, Jawa Timur, harimau jawa pernah menjadi simbol sekaligus ancaman yang nyata bagi kehidupan manusia. Dokumentasi tentang predator besar ini tidak hanya tersimpan dalam ingatan lokal, tetapi juga menjadi catatan penting dalam sejarah naturalis dunia. Salah satu dokumentasi paling menarik berasal dari ekspedisi Inggris pada abad ke-19, yang mengungkap sisi kelam dan heroik dari hubungan manusia dengan alam liar.
Ekspedisi HMS Fly dan Penjelajahan Jawa Timur
Pada 1842, Inggris mengirim kapal HMS Fly untuk ekspedisi ilmiah ke perairan Indonesia dan Papua. Selama perjalanan empat tahun (1842–1846), ekspedisi ini menjelajahi wilayah-wilayah yang jarang disentuh, termasuk Jawa Timur. Dalam catatan mereka, wilayah ini menyimpan keindahan alam yang menakjubkan sekaligus bahaya yang mematikan. Salah satu anggota ekspedisi, seorang naturalis bernama Joseph Beete Jukes, mencatat pengalamannya dalam buku Narrative of The Surveying Voyage of HMS Fly (1847).
Baca Juga : Pendakian Ditutup Sementara, Gunung Semeru Erupsi 8 Kali hingga Siang Ini
Pada 11 November 1844, ekspedisi tersebut tiba di Klakah, sebuah kawasan subur di dekat Danau Ranu Klakah. Di bawah bayang-bayang Gunung Lamongan, kelompok ini menemukan kehidupan masyarakat lokal yang erat dengan lanskap liar dan penuh tantangan. Tetapi, pengalaman mereka di tempat ini melampaui eksotisme dan mengarah ke sesuatu yang jauh lebih mengerikan—konflik manusia dengan harimau jawa (Panthera tigris sondaica).
Malam yang Mencekam: Teror Harimau Jawa
Dalam narasinya, Jukes menggambarkan suasana malam di Klakah yang penuh kehati-hatian. Seorang penjaga lokal dengan tombak panjang memperingatkan Jukes dan kelompoknya agar tidak keluar pondok setelah matahari terbenam. Hanya satu kata yang jelas dimengerti Jukes: "machan," istilah Jawa untuk harimau. Awalnya, kelompok ini menganggap peringatan tersebut sebagai lelucon. Namun, perilaku penduduk setempat membuktikan sebaliknya.
Jukes menulis bahwa penduduk tidak pernah berjalan tanpa membawa obor di malam hari. Ketakutan akan harimau begitu besar sehingga bahkan perjalanan pendek menuju kolam di belakang pondok dilakukan dengan pendampingan dan penerangan. Puncaknya, malam itu sebuah tragedi terjadi. Di sebuah desa sekitar dua mil dari tempat mereka bermalam, seorang pria tewas diterkam harimau saat bepergian bersama dua temannya menuju tempat kerja. Jasad pria itu ditemukan keesokan harinya, memperkuat kisah yang dianggap Jukes sebagai "takhayul yang dilebih-lebihkan."
Harimau Jawa: Simbol Konflik dan Kehidupan
Kisah ini bukan hanya tentang harimau sebagai ancaman, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat lokal hidup berdampingan dengan predator besar ini. Harimau jawa, yang kini telah dinyatakan punah, dulunya merupakan bagian integral dari ekosistem Jawa. Mereka menghuni hutan-hutan tropis yang luas, berburu rusa, babi hutan, dan mangsa lainnya. Namun, seiring dengan meningkatnya aktivitas manusia, habitat harimau semakin terdesak.
Pada abad ke-19, harimau jawa sering kali menjadi simbol kekuatan alam yang tak terkalahkan, tetapi juga menjadi korban konflik manusia-alam. Di satu sisi, mereka dihormati sebagai bagian dari mitologi dan budaya lokal. Di sisi lain, mereka diburu karena dianggap sebagai ancaman bagi keselamatan manusia dan ternak.
Catatan Sejarah yang Langka
Catatan Jukes tentang Klakah adalah salah satu dokumentasi tertulis paling awal tentang interaksi manusia dengan harimau jawa. Dalam konteks yang lebih luas, narasi ini menggambarkan bagaimana masyarakat pada masa itu mencoba menyeimbangkan keberlangsungan hidup mereka dengan keberadaan satwa liar. Ketakutan penduduk terhadap harimau adalah cerminan dari ketergantungan mereka pada alam, yang penuh risiko namun juga menjadi sumber kehidupan.
Dalam catatan lainnya, ekspedisi Jukes juga mencatat tentang flora dan fauna unik di Jawa Timur, termasuk lanskap indah di sekitar Danau Ranu Klakah. Namun, kisah tentang harimau jawa tetap menjadi highlight yang sulit dilupakan.
Jejak yang Terhapus Waktu
Baca Juga : Wisata Gunung Bromo Tutup Sementara Akhir Wulan Kapitu, Berikut Jadwalnya!
Harimau jawa kini telah menjadi bagian dari sejarah. Penebangan hutan besar-besaran, perburuan liar, dan tekanan dari ekspansi manusia telah menghapus predator ini dari peta dunia. Namun, kisah mereka tetap hidup melalui catatan seperti yang dibuat Jukes dan ingatan kolektif masyarakat lokal.
Di Klakah, Lumajang, harimau jawa bukan sekadar kenangan. Mereka adalah pengingat tentang betapa rapuhnya hubungan manusia dengan alam. Kisah ini mengajarkan bahwa keseimbangan ekosistem adalah kunci keberlangsungan hidup, bukan hanya untuk satwa liar tetapi juga untuk kita semua.
Seperti yang ditulis Jukes dalam catatannya, malam di Klakah pada November 1844 adalah pertemuan antara dunia manusia dan alam liar yang penuh misteri. Itu adalah pengingat bahwa dalam setiap langkah eksplorasi, ada harga yang harus dibayar, baik oleh manusia maupun alam.
Pernyataan Jukes seolah menyiratkan, "Di setiap sudut bumi, alam selalu berbicara kepada kita, dan tugas kita adalah mendengarkannya." Harimau Jawa mungkin telah punah, tetapi kisah mereka tetap menjadi pelajaran abadi bagi generasi mendatang.